Social Enterpreneurship

6:34 AM Edit This 0 Comments »
Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang terkait.
Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka. Hukum pada pasar bisnis adalah mempertahankan orang-orang yang mampu menciptakan produksi yang efektif adan efisien untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Bagi produsen yang tidak mampu menjadikan usahanya demikian ia akan langsung tersingkir dari pasar. Sedangkan kelangsungan hidup atau pertumbuhan perusahaan sosial tidak selalu ditentukan oleh efisiensi atau efektivitas dalam meningkatkan kondisi sosial.
Menurut Karen Braun , wirausahawan sosial adalah seseorang yang mengenali masalah sosial dan menggunakan strategi kewirausahaan untuk memberanikan diri menghadapi risiko sebagai pemimpin perubahan sosial ke arah positif. Berbeda dengan pebisnis, seorang wirausahawan sosial bekerja secara non-profit. Jika banyak dari perusahaan-perusahaan yang memberikan charity (bantuan), maka wirausahawan sosial menggantikan bantuan jangka pendek dengan solusi bantuan yang berkelanjutan. Ia lebih kepada memberdayakan masyarakat
Entrepreneur social melakukan kewirausahannya yang diawali dengan gagasan, kepekaan mereka terhadap masalah social yang berada disekitar mereka sehingga menghasilkan sebuah gagasan yang terkadang tidak dipikirkan oleh orang lain.Usaha mereka melibatkan masyarakat dan masyarakat sekitarnya mendapat pengaruh dari apa yang seorang entrepreneur social usahakan. Seorang entrepreneur Social melakukan usaha mereka berdasarkan tanggung jawab mereka terhadap lingkungannya dimaksudkan agar usaha yang mereka lakukan dapat membawa perubahan yang baik bagi lingkungannya.
Seorang entrepreneur social memainkan peran agen-agen perubahan di sektor sosial, seperti:
1. Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak hanya nilai pribadi),
2. Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi (social) tersebut.
3. Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, dan belajar.
4. Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
5. Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan sumberdaya yang bekerja sama
Seorang entrepreneur social adalah reformis dan revolusioner, tapi dengan misi sosial. Mereka melakukan perubahan mendasar dalam sektor sosial. Visi mereka yang terpenting. Mereka mencari penyebab masalah, bukan hanya mengobati gejala. Mereka berusaha untuk menciptakan perubahan sistemik dan perbaikan berkelanjutan. Meskipun mereka dapat bertindak secara lokal, tindakan mereka memiliki potensi untuk merangsang perbaikan global di arena yang mereka pilih, apakah itu adalah pendidikan, perawatan kesehatan, pembangunan ekonomi, lingkungan, seni, sektor atau bidang sosial lainnya.
Karen Braun juga menawarkan pendekatan transdiciplinarity untuk mengkaji enterpreneur social. Pendekatan transdiciplinarity adalah pendekatan yang menganggap peneliti akan mendapatkan banyak fakta yang dapat memberi informasi mengenai apa yang ia butuhkan atau yang ingin ia mengerti. Maksudnya adalah peneliti dituntut mengetahui atau menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, tidak terbatas dengan satu bidang saja. Karena dalam prosesnya peneliti akan menemukan persoalan-persoalan yang membutuhkan pengetahuan dari ilmu pengetahuan lain untuk menyelesaikan problem sosial. Sehingga dalam menyelesaikannya peneliti dituntut mengetahui berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tidak terbatas dari ilmu pengetahuan sosialnya saja, dan mensinergikan berbagai pengetahuan tersebut. Pendekatan transdiciplinarity memiliki lima dimensi yaitu:

1. Inquiry driven (berdasarkan penelitian)
2. Requires an organization of knowledge that allows space for a multiplicity of perspectives (adanya ruang bagi keragaman perspektif ilmu pengetahuan)
3. Attempts to understand trough the use of reflection (berusaha untuk memahami sesuatu berdasarkan refleksi diri)
4. Accepts the passion, creativity, context and connections that are present (menerima semangat, kreatifitas, konteks, dan hubungan dengan masa kekinian)
5. Consistently seeks to understand the self within those and balances rigor with imagination (secara konsisten mengerti untuk melihat dirinya dengan kreativitas, semangat, serta menyeimbangkan hambatan dengan menggunakan imajinasi).
Terkait dengan pendekatan transdiciplinarity, ada beberapa hal yang menjadi catatan :

1. Memberikan ruang pemahaman yang sama untuk semua penelitian. Pendekatan ini memberikan akurasi dan kemungkinan berhasil yang besar.
2. Pembedaan dalam berbagai bidang kajian dapat membantu membuat strategi yang lebih akurat. Setiap fenomena social memiliki karakteristiknya masing-masing.
3. Semua data harus dapat dipertanggungjawabkan secara objektif. Transdiciplinarity mendukung usaha tersebut dalam kontteks budaya penelitian yang mengutamakan sisi objektif dalam pengumpulan data.
4. Transdiciplinarity memberikan ruang untuk penggabungan semua disiplin ilmu pengettahuan dalam soc-enterpreneurship.Aspek penting dari social enetrpreneurship adalah menambah kaya dan kualitas akurat suatu penelitian dalam social entrepreneurship dan pendekatan ini adala wujud harapan tersebut.
Saya setuju dengan pendekatan ini yang menuntut pembelajaran dari penelitian, ilmu ilmiah, dan refleksi terhadap diri sendiri dan lingkungan. Karena sebagai seorang entrepreneur social dengan misi sosialnya dimana orang lain melihat suatu masalah tetapi seorang enterpreneur social melihat peluang. Berangkat dari suatu permasalahan sosial seorang enterpreneur sosial mencari solusi-solusi yang kreatif dan inovatif. Dilapangan akan ada permasalahan yang membutuhkan disiplin ilmu lain, seperti contohnya, seorang Tonny Ruttiman. Pertama ia peka terhadap suatu permasalahan yaitu masyarakat membutuhkan adanya jembatan agar mempermudah aktivitas mereka. Kemudian muncul permasalahan bagaimana agar ia dapat membangun jembatan tersebut. Yang pertama dilakaukan adalah memberdayakan masyarakat, membuat agar masyarakat tergerak untuk saling bahu-membahu menyelesaikan jembatan. Namun kemudian timbul pertanyaan bagaimana jembatan dapat dibuat?Daripada menyerah ketika kendala ditemui, pengusaha justru bertanya, "Bagaimana kita bisa mengatasi rintangan ini? Bagaimana kita bisa membuat pekerjaan ini?" Dari siniah timbulnya inovasi-inovasi penyelesaian masalah.Ini adalah proses yang berkesinambungan eksplorasi, belajar, dan evaluasi.
Tonni Ruttiman kemudian bertanya kepada orang-orang yang memang ahli. Dalam artikel diceritakan Tonny bertanya kepada perusahan tambang minyak untuk kemudian mendapat informasi bagaimana menghasilkan sebuah jembatan dengan mudah. Tonny juga mendapat bahan baku jembatan seperti cabel, pipa dan semen dari perusahaan tersebut.
Hal tersebut sebagai contoh dimana seorang enterpreneur sosial tidak bisa terpaku hanya dalam satu disiplin ilmu saja tetapi memerlukan ilmu lainnya dalam menyelesaikan proyek mereka. Ilmu tersebut bisa mereka dapat dengan cara penelitian, berhubungan dengan orang-orang ahli, mengetahui realitas masyarakat sosial di daerahtersebut dan mempelajarinya, berinovasi, dan menegevauasi setiap kegagalan dan keberhasilan proyek mereka agar kemudian dapat berkembang.
Dalam membahas social entrepreneurship terdapat tiga jenis pengabdian yang berbeda yaitu :
1. Social service provider
Social service provider adalah bentuk pengabdian melakukan tindakan langsung. Tindakan tersebut dilakukan oleh individu berupa program yang dapat dirasakan secara langsung oleh subyek penerimannya. Contohnya adalah pembangunan panti jompo, panti asuhan dan sekolah, penyantunan anak yatim,dll. Tantangannya adalah kegiatan sosial semacam ini terbatas pada orang atau subyek yang dituju pada saat itu.Hal tersebut yang membedakan dengan kewirausahaan sosial karena hanya memenuhi satu aspek yaitu direct action. Keterbatasan tersebut jika dianggap sebagai suatu yang baik akan memberikan kualitas pada programnya, dengan berkonsentrasi pada tindakan tersebut dan subyek penerimanya.
2. Social activism
Seorang aktivis sosial adalah bentuk pengabdian tidak secara langsung mengambil tindakan di lapangan tetapi dengan cara mempengaruhi elemen lain yang ada di masyarakat seperti pemerintah, Non- Govermental Organization (NGO), pekerja, dan lain sebagainya. Yanng bertujuan untuk melakukan gebrakan terhadap sistem yang sudah mapan untuk melakukan perubahan sosial dalam rangka pembelaan hak – hak masyarakat luas.Jadi aktivis sosial juga hanya memenuhi satu aspek yaitu ekuilibrium (keseimbangan) baru.
Menurut saya, Para aktivis sosial memiliki dua tantangan utama yaitu adanya batasan batasan dalam melakukan tindakan, ada penentuannya, dan terdapat dominasi dari pihak yang lebih kuat yang mungkin merasa terancam dirugikan.Mengatasi tantangan-tantangan ini membutuhkan pengetahuan teknis dan sosial dan keterampilan. Sesungguhnya individu-individu berbakat dapat mengelola sendiri. Strategis berpikir, bimbingan dan dukungan orang sekitar sangat penting, dan kontak dikembangkan melalui jaringan bisa sangat berharga bertahan dalam tantangan kedua.
3. Social entrepreneur
Kewirausahaan sosial merupakan gabungan antara social service provider dan social activis. Yaitu menggabungkan aspek pembentukan equilibrium baru dan menerapkan direct action sebagai cara pelaksanaannya. Proses tersebut menunjukan bahwa seorang enterpreneur sosial bekerja secara tidak langsung yaitu dalam hal mempengaruhi sistem seperti yang dilakukan social activis tetapi juga langsung terjun kepada masyarakat. Tantangan nya tentu lebih berat daripada dua lainnya. Seorang enterpreneur menurut saya bahkan harus menyumbangkan dirinya untuk benar-benar mengabdi pada masyarakat. Seorang enterpreneur sosial harus memiliki banyak waktu, harus berkonsentrasi penuh dengan apa yang mereka inginkan yaitu perubahan terbaik yang terjadi di masyarakat.
Tonny Ruttiman
Tonny Ruttiman adalah seorang bridgebuilder. Ia mengabdi masyarakat dengan membangun jembatan bagi warga desa miskin , terutama setelah terjadinya bencana . Menurut saya ia adalah social entrepreneur karena pekerjaannya sebagai bridge builder secara cuma-cuma adalah mengutamakan kesejahteraan masyarakat dengan inovasi-inovasi, berbekal pemeberdayaan yang ia lakukan untuk menibulkan solidaritas masyarakat local. Bukan hanya membangun jembatan tetapi tonny juga mengajarkan kemandirian pada masyrakat, tonny mengajak masyarakat bergerak secara bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hal ini yaitu jembatan.Jika dikaitkan dengan artikel Pamela Hartigan yang membedakan tiga model enterpreneur. Toni Ruttiman termasuk wirausahawan sosial yang menjalankan usaha mendekati kategori Leveraged non profit.
Leveraged non profit adalah suatu model dimana seorang wiraushawan membentuk suatu kelembagaan non profit untuk membawa nilai-nilai dari inovasinya. Dengan begitulah dia memulai komitmennya kedalam ranah sosial, demi suatu perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Sebagaimana halnya dengan lembaga privatisasi dan organisasi kemasyarakatan yang berwujud sebagai suatu relawan.

0 comments: