Evolusi Sosial

2:32 AM Edit This 0 Comments »

Oleh : Syaila Rizal

Evolusi sosial merupakan suatu tipe terjadinya perubahan sosial (Sosial Change)

Pemikiran Evolusi berangkat dari statement :

  1. Suatu organisme seiring berjalannya waktu akan berkembang dari bentuk yang sederhana hingga kompleks (secara bertahap)
  2. Organisme yang mencapai bentuk yang kompleks adalah organisme yang mampu bertahan ketika beradaptasi dengan lingkungannya, karena saling memperebutkan resource dalam lingkungan --> Natural Selection
  3. Organ yang mampu bertaha adalah The Winner bersifat Fungsional, maksudnya dapat bertahan dan reprouksi dn dapat menciptakan keteraturan dalam sistem .

Statement ilmu alam tersebut menjadi awal pemikiran para pemikir sosiologi seperti Herbert Spenser, Emile Dhurkeim, dan Talcott Parson.

Bagi Spenser, evolusi merupakan suatu hal yang alamiah dalam segala komponen kehidupan di muka bumi. Perubahan yang terjadi dari homogen ke heterogen, dari yang sederhana ke arah yang kompleks. Selain terjadinya perubahan juga terjadi natural selection , dimana individu masy berjuang untuk tetap eksis dengan menyingkirkan yang lainnya (Survival of the fiitest)

Sosiologi sebagai studi mengenai superorganic organism, melihat pola relasi manusia. Dimana masyarakat yang mampu bertahan hidup adalah masyarakat yang dapat beradaptasi dengan baik. Masyarakat dapat memenuhi beberapa fungsi yaitu Basic Needs

Reproduksi

Bisa menahan serangan2 dari luar

Setiap bagiannya akan menjadi dewasa, dan bagian yang tidak berguna akan tereliminasi dan pada akhirnya akan mencapai keadaan ekulibrium.

Teori Evolusi Spencer memiliki dua prespektif besar yaitu :

  1. Peningkatan jumlah masy berasal dari penyatuan2 kelompok di dlm masy itu. Sehingga menimbulkan diferensiasi fungsi yang makin tinggi dan struktur yang luas. Dan selanjutnya kelompok yang telah berdampingan berubah lagi melalui penggabungan.
  2. Melihat perkembangan masy yang telah terjajah sebelumnya, masy yg terjajah akan menjadi satu untuk melakukan peperangan dan melindungi negaranya. Perubahan yang terjadi pada masy militan ini kemudian berevolusi menjadi masy industri , yang terbangun atas dasar kesamaan nasib sehingga ditekankan pada perubahan ini adalah moralitas yang membaik. (Masy yg tdk mampu menyesuaikan dirinya akan musnah, yg mampu menyesuaikan diri itulah yang akan bertahan).

Kerangka berfikir tersebut yang menempatkan Spenscer pada posisi militerisme dan industrialisme.

Militerisme Industrialisme

Sesuai sifat dasar manusia,dn teori evolusi yang kuat akan mengalahkan yang lemah proses tersebut bukan hanya pada jalan damai, tetapi juga dapat dilakukan dalam jalan kekerasan. Dengan adanya militerisme maka memungkinkan terjadinya integrasi yang lebih baik pada masyarakat. Dalam keadaan seperti itu akan mudah untuk mengembangkan industri pada masy untuk untuk berlanjut pada perdamaian. Jadi sebenarny yang diperlukan untuk memajukan masyarakat adalah industrialismenya atau pasarnya bukan perang, pasar akan menimbulkan kompetisi yang dapat menaikkan kapasitas masy tersebut.


 

Selain spencer, tokoh sosiologi lainnya yang membahas evolusi sosial adalah Emile Dhurkeim. Evolusi sosial masyarakat menurut Dhurkeim yaitu dari masyarakat yang solidaritas mekanik (masy primitif, hidup homogen, secara bersama2, tidak ada spesialisasi kerja) tumbuh menuju solidaritas organis (pada masy yang semakin heterogen, setiap indvidu lebih individual, dn hub sos terjadi didasari kebutuhan dasar tiap individu)

Karya Dhurkeim The Division of Labor in Society menyimpulkan masy dipersatukan terutama oleh fakta sosial (eksternal, universal, dan memaksa) berupa ikatan moralitas bersama atau disebut juga collective counsiousness. Semakin bertambahnya penduduk semakin tinggi tingkat keutuhan dan memunculkan kompetisi untuk memenuhinya. Kompetisi yang terjadi memunculkan the division of labour sehingga menjadi jalan pemenuhan kebutuhan masing2 individu, dengfan menekan kompetisi dan meningkatkan kerja sama antar individu kebutuhan dapat terpenuhi dan individu yang heterogen dapat tetap hidup berdampingan. Adanya sistem pembagian kerja tersebut yang dimaksud Dhurkeim sebagai evolusi sosial. Yaitu pada solidaritas organik, dimana dalam solidaritas ini masy seperti sebuah organ yang masing2 memiliki fungsi dan saling ketergantungan satu sama lain.


 


 

Persamaan Pemikiran Spencer dan Dhurkeim

  • Melihat masy sebagai suatu organisme
  • Yang menyebabkan diferensiasi sosial terjadi adlah meningkatnya kepadatan sosial yang menyebabkan meningkatnya kompetisi untuk mendapatkan sumber daya

Perbedaan Pemikiran Spencer dan Dhurkeim


 

  • Dhurkeim melihat sistem pembagian kerja ada karena adanya kesadaran kolektif dalam masy. Sedangkan Spencer melihat sebagai suatu yang alamiah


 


 


 

George Herbert Mead

9:34 PM Edit This 0 Comments »
George Herbert Mead lahir di South hadley, Massachussetts, amerika pada tanggal 27 Februari 1863. Ayahnya yang bernama Hiran mead, adalah seorang pendeta gereja kongresional yang juga mengajar di seminar teologi di oberlin ohio. Sementara Ibunya, Elizbeth Storrs billings adalah seorang perempuan yang berpendidikan, ibunya juga mengajar di Obelin College namun hanya selama dua tahun, kemudian menjadi presiden di Mount Holyoke College selama 10 tahun.

Ketika masih berumur 7 tahun, George Herbert Mead masuk faklutas teologi di Oberlin ohio, dan Dia menyelesaika pendidikanya itu pada tahun 1883. Ketika menjadi mahasiswa di sini, mead berteman secara baik dengan Henry Castle, seorang yang berasal dari keluarga kaya, keluarga yang berpendidikan baik, yang mempunyai tanah yang sangat luas dan sangat berpengaruh pada keadaan politik di Hawai. Selama kuliah, keduanya banyak berdiskusi tentang filsafat dan agama sehingga menjadi semakin kritis pada kepercayaan yang bergantung pada konsepsi supranatural. Mereka juga mengembangkan cukup luas tentang sastra, puisi dan sejarah.

Setelah lulus dari oberlin pada umur 20 tahun, Mead mengajar pada sebuah sekolah, namun bisa dikatakan hanya dalam waktu yang singkat. Sebab ia diberhentikan kerna ditolak oleh siswa – siswa yang suka gaduh. Bisa dikatakan bahwa siswa – siswa tersebut memang tidak serius dalam belajar. Kemudian, 3 tahun Ia menjadi pekerja survey yang menyusun batas jalan raya sepanjang 1100 mil dari Minnesota ke Saskatchewan. Selama tahun – tahun tersebut, Mead mendapatkan pengalaman yang sangat penting mengenai teknik sipil dan mendapat apresiasi dari keuatan dan kemanfaatan praktis atas metode ilmiah.

Mead masuk ke Harvard University, tempat ia menghabiskan waktu setahun untuk mengkaji filsafat dan psikologi bersama dengan bahasa latin, yunani dan subyek yang lain. Pada waktu itu Mead tertarik pada filsafat romantik dan idealistiki dari Hegel. Kemudian, ia pergi ke jerman untuk belajar filsafat dan psikologi di leipzig dan berlin. Selama di jerman Mead mempelajari pandangan atau gagasan para filosof idealis jerman, seperti Kant,Hegel, dan Fitche. Di jerman Mead semakin menunjukan ketertarikanya terhadap psikolog daripada filsafat. Tahun 1891, Mead kembali ke Amerika serikat dan kemudian Dia mengajar di Universitas Michigan, dan di sana Dia mengajar selama 3 tahun. Pada tahun 1894, Ia bergabung dengan departemen Filosofi di Universitas Chicago dan tetap berada disana hingga kemudian Dia meninggal pada tahun 1931.

Selama di Universitas Harvard, Mead banyak belajar dan mendapat pengaruh dari William James dan mengadopsi posisi pragmatis dalam filsafat. Dan Ia sama baiknya dengan konsep yang dibahas James mengenai diri (self). Selain itu, john Dewey adalah tokoh pragmatisme[1] yang mempengaruhi Mead. Meskipun banyak tulisan psikologinya yang ditolak, tetapi konsepnya tentang isyarat (gesture) diinterpretasikan dan mendapat tempat utama dalam salah satu teorinya. Dalam menggabungkan tokoh lain, semacam Gabriel tarde dan Charles H Cooley, Mead membentuk skema filosofis dan sosio-psikologis yang benar – benar baru dan dinamis.

Meskipun yang digeluti Mead bisa dikatakan mempunyai banyak subjek, sebenarnya Dia hanya terkonsentrasi dengan aspek – aspek tersebut yang digabungkan dengan psikologi sosial. Meskipun Mead mengarang sejumlah artikel dan mereview buku – buku, Ia tidak pernah menulis bukunya yang secara sistematis. Tulisan tentang Mind,Self adn Society dan Movement of Thought in The19th Century sebenarnya merupakan materi – materi yang diberikan Mead ketika sebagai dosen. Buku – buku tersebut menjadi lebih sistematis dan diambilkan oleh mahasiswa dari catatan – catatan kuliah. Jadi, tidak bisa ditemukan dari buku- buku Mead mengenai pemikiran atas pernyataan yang terintegrasi dan menyeluruh secara sistematis. Meskipun demikian tulisan utama dari konsepsi hubungan antara individu dan masyarakat cukuplah jelas.

Gagasan – gagasan Mead dibukukan dan dikembangkan oleh sosiolog – sosiolog generasi berikutnya yang sebenarnya juga merupakan murid – muridnya. Hal ini ntidak terlepas dari pekerjaan para murid dan kolega – kolega mead yang begitu rajin mengoleksi catatan – catatan kuliah dosenya. Murid – murid Mead yang belakangan juga terkenal menjadi sosiolog yang sangat berpengaruh di dunia adalah William James, Howar Becker, William I, Tomas dan Herbert Blumer[2]. Murid – muridnya di Universitas Chicago seperti Kimball Young, Everett C.hughes, dan herbert Blumer adalah penyebar awal dari pendekatan ini. Dalam sosiologi, orang – orang yang masuk kelompok ini dikenal sebagai mazhab Chicago (Chocago Schol) atau tokoh – tokoh yang mengembangkan pendekatan interaksionisme Simbolik.

¯ Ilmuwan Terdahulu Yang Menginspirasi George H. Mead

Pengaruh dari sejumlah intelektual dapat dilihat dari pemikiran – pemikiran George H. Mead. Di tahun pertama, Ia tekun mempelajari pemikiran Charles Darwin, dan Ia pun terkesan secara mendalam peda pemikiran Darwin. Mead sangat terkagum pada konsep evolusi Darwin. Dan konsep evolusi itupun masuk pada pekerjaan Mead sebagai petunjuk dengan menekankan pada proses, perubahan, ketidakstabilan, dan perkembangan sebagai esensi kehidupan Sosial.

Sementara itu, para filosof yang lain juga mengilhami Mead, seperti William James dan Jhon Dewey. Pemikiran tokoh filsafat dan psikologi tersebut sangat mempengaruhi George H. Mead, dan itu tidak terlepas dari intensitas pertemuan dirinya dengan aliran psikologi, khususnya behaviorisme. Behaviorisme memiliki pandangan bahwa kehidupan manusia harus dipahami pada keranjgka perilaku (behaviour) mereka, bukan dalam kerangka siapa dia. kamu Behavioris meyakini bahwa satu – satunya cara yang sah secara ilmiah untuk memahami kehidupan, baik manusia maupun hewan, adalah lewat perilakunya. Uniknya Mead tidak memahami Behaviorisme sekadar mereduksi hubungan sosial sebagai rumus stimulus dan respons. Tetapi, menjelaskan dalam variabel yang lebih luas dari itu

Sementara itu terkait dengan pandangan filsafat, gagasan Mead lebih dekat kepada Pragmatisme. William James menyatakan bahwa ukuran kebenaran suatu hal ditentukan oleh akibatnya yang bersifat praktis. Ukuran kebenaran tidak ditemukan atau dikembangkan dari pandangan – pandangan yang bersifat normatif atau moralis. Tetapi, hendaknya dicari dalam kepuasan kita, baik sebagai pribadi maupun psikis. Kebenaran mutlak yang tidak terkait dengan akal dan pemikiran tidak akan ada sama sekali, sebab semua selalu berjalan terus dan berubah – ubah. Akal harus selalu menyesuaikan dengan perbuatan. Gagasan menjadi benar hanya sejauh Ia membantu kita menghubungakan pengalaman kita[3].

Hampir sam dengan William James, Jhon dewey juga menyatakan bahwa yang terpenting bukan benar tidaknya suatu ilmu pengtahuan, tetapi sejauh mana kita mampu memcahkan masalah – masalah yang muncul dalam masyarakat dan dalam hidup. Pada akhirnya kebenaran, konsep, atau proposisi semata – mata berhubungan dengan pengaruh atau akibat praktis yang dimiliki. Demikianlah paragmatisme sebagai salah satu aliran filsafat yang mengajarkan sebuah pandangan bahwa yang dipentingkan oleh individu adalah kepuasan. Karena itu ketika Ia mempelajari pola tingkah laku itu sesungguhnya sebagai proses untuk mencari sebuah kepuasan. Karena itu, ketika Ia mempelajari pola – pola tingkah laku, itu sesungguhnya sebagai proses untuk mencari kepuasan. Awlanya Mead menerima gagasan kaum behavioris, tetapi kemudian Dia mengkritiknya, sebab banyak premis nyang menurutnya tidak sesuai. Kemudian Mead menerima gagasan dari kelompok pragmatisme. Bagi Mead pragmatisme berhasil dalam melihat organisme sebagai ciptaan praktis yang berhubungan dengan kondisi aktual dunia. Harus terjadi sintesis antara pragmatisme dan behaviorisme yang bisa memunculkan pandangan baru dalam melihat kehidupan manusia.

Mengenai behaviorsme sosial, seperti yang dinyatakan Mead, terdapat di dalamnya semacam loncatan dari investigasin ilmiah. Maksud pendekatan ini adalah bahwa metode yang ditemukan tidak hanya mampu melakukan observasi perilaku terang dan jelas, tetapi juga perilaku yang tidak jelas. Kesemuanya mampu diketahui hanya lewat metode intropeksi. Dalam konteks ini, Mead menyetujui metode yang telah dikembangkan Charles H. Cooley dan Max Weber, dimana keduanya menyatakan bahwa intropeksi merupakan teknik yang valid untuk mengerti perilaku manusia, karena ini akan menjadi objektif dengan konsensus dari peneliti ilmiah.

¯ Gagasan – Gagasan Penting George H. Mead

* Masyarakat Mikro dan Makro

Dalam teori mengenai fenomena mikro dan makro dalam masyarakat, Mead menyatakan bahwa ada tiga elemen yang berhubungan dengan individu. Hubungan – hubungan tersebut yakni individu biologis, masyarakat mikro dan masyarakat makro. Masyarakat mikro mulai mempengaruhi individu, kemudian disusul masyarakat makro, dan barulah pengaruh lingkungan fisik. Dari ketiga pengaruh tersebut itulah kemudian muncul perilaku. Terdapat hubungan timbal balik antara perilaku dengan individu biologis tersebut, yang kemudian mempengaruhi masyarakat mikro, makro, dan lingkungan fisik[4].

Mead memberikan penjelasan tentang masyarakat dimulai dari sesuatu yang bersifat makro, dengan terlebih dahulu memulai pada anggapan dasar bahwa manusia merupakan makhluk atau individu biologis. Tidak selamanya individu menjadi makhluk biologis, sebab adanya interaksi sosial. Uniknya, interaksi sosial tidak hanya berjalan sekali atau berlangsung terus menerus. Pada awalnya, individu merupakan benar – benar sebagai makhluk biologis yang polos dan masih dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Namun, setelah masuk dalam kehidupan sosial, ia mempengaruhi kehidupan sosial itu.

* Perbuatan

Mead memandang perbuatan sebagai unit paling inti daam teorinya. Dalam menganalisis perbuatan, Mead sangat dekat dengan pendekatan behavioris dan memusatkan perehatianya pada stimulus dan respons. Namun, dalam hal ini pun stimulus tidak menimbukan respons yang otomatis yang tidak diperhitungkan oleh aktor.

Mead mengidentifikasi empat tahap dasar yang terkait satu sama lain dalam setiap perbuatan . keempat tahp tersebut mewakili suatu keseluruhan organik, dengan kata lain secara dialektis mereka terkait satu dengan yang lain. Binatang yang lebih rendah ataupun manusia sama – sama bertindak , dan Mead tertarik pada kemiripan maupun pada perbedaan diantara keduanya.

* (Impuls).

Tahap pertama adalah impuls, yang melibatkan stimulasi indrawi langsung dan reaksi aktor terhadap stimulasi tersebut, kebutuhan untuk berbuat sesuatu. Rasa lapar adalah contoh yang tepat bagi impus ini. Aktor disini dapat di katakan sebagai manusia atau bukan yang dapat merespon secara langsung dan tanpa berpikir terhadap impuls, namun aktor manusia lebih cenderung berpikir tentang respon yang sesuai. Misalnya, makan sekarang atau nanti. Dalam memikirkan respons tersebut, orang tersebut tidak hanya mempertimbangkan situasi terkini namun juga pengalaman masa lalu dan antisipasi terhadap akibat – akibat dari perbuatan tersebut di masa depan. Rasa lapar bisa datang dari kondisi batiniah aktor atau bisa ditimbulkan oleh kehadiran makanan di dalam linkungan, dan yang paling sering muncul merupakan kombinasi dari keduanya. Terlebih lagi, orang yang lapar harus menemukan cara untuk memuaskan impuls dalam lingkungan tempat makanan tidak dapat langsung tersedia atau pun tidak terdapat dalam jumlah yang cukup. Impuls ini sebagaimana impuls – impuls yang lain bisa terkait dengan masalah di dalam lingkungan, yaitu makanan yang tidak langsung tersedia yang harus diatasi oleh aktor.

* Persepsi

Tahap kedua perbuatan adalah persepsi, dimana aktor mencari dan bereaksi terhadap stimulus yang terkait dengan impuls yang dalam hal ini adalah rasa lapar dan berbagai cara yang ada untuk memuaskanya. Orang memiliki kemampuan merasakan stimulus malalui pendengaran, penciuman, indra perasa, dan lain sebagainya. Persepsi melibatkan stimulus yang datang maupun citra mental yang mereka ciptakan. Orang tidak sekedar merespons secara langsung stimulus eksternal, namun berpikir dan menjajakinya melalui pembayangan secara mental. Orang tidak sekedar terikat dengan stimulasi eksternal. Mereka juga secara aktif menyeleksi sejumlah karakteristik stimulus dan memilih stimulus – stimulus yang lain.

* Manipulasi

Tahap ketiga adalah manipulasi. Begitu impuls mewujudkan dirinya dan objek telah dipersepsi bahwa tahap selanjutnya merupakan manipulasi objek, atau lebih umum lagi yaitu mengambil tindakan dalam kaitanya dengan objek tertentu. Bagi Mead fase manipulasi ini menciptakan jeda temporer dalam proses tersebut ehingga suatu respons tidak secara langsung bisa terwujud. Misalnya saja, manusia yang lapar melihat atau menemukan jamur, namun individu manusia tersebut tidak akan langsung memakan jamur tersebut. Sebelum memakanya ia cenderung memtiknya lebih dahulu, kemudian mencicipinya dan mungkin juga akan mengeceknya di buku panduan mengenai jenis jamur apakah itu dan apakah bisa di konsumsi dengan aman. Sebaliknya, binatang yang lebih rendah cenderung memakan jamur tersebut tanpa menimbang – nimbang dan mencicipinya.

* Konsumasi

Tahap konsumasi dapat dikatakan sebagai tahap paling akhir dari tahapan – tahapan sebelumnya. Tahapan konsumasi ditentukan oleh berjalananya tahap – tahap sebelumnya. Kita dapat menganalogikan tahap ini dengan contoh tahapan sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan yang sadar aktor di aytas dapat memutuskan untuk mengkonsumsi jamur yang ia dapat atau tidak, dan hal ini memunculkan tahap terakhir dari perbuatan, yaitu konsumasi. Secara lebih umum ini dapat diartikan sebagai bentuk pengambilan tindakan yang akan memuaskan impuls awal.

* Gestur

Menurut pandangan Mead, gestur merupakan mekanisme dasar dalam perbuatan sosial dan dalam proses sosial pada umumnya. Gestur merupakan gerak organisme pertama yang bertindak sebagai stimulus khas yang mengundang respons yang sesuai dari organisme kedua. Kadang – kadang manusia terkibat dalam percakapan gestur tanpa berpikir. Mead memberikan contoh perbuatan dan reaksi – reaksi yang terjadi dalam pertandingan tinju dan anggar, ketika secara naluriah pihak yang menjadi sasaran menyesuaikan sikapnya dengan pihak kedua. Mead menyebutkan perbuatan bawah sadar tersebut sebagai gestur nonsignifikan. Yang membedakan manusia ialah kemampuan manusia untuk melakukan gestur signifikan atau yang memerlukan pemikiran dari pihak aktor sebelum bertindak.

* Simbol

Seperti objek sosial yang lain, simbol digunakan dan didefinisikan sesuai dengan penggunaan dalam onteraksi sosial. Simbol mewakili apapun semua yang disetujui oleh antar individu. Sesuatu merupakan simbol jika ada sesuatu yang lain yang ada di dalamnya. Ini berarti ada makna lain yang tidak hanya dipahami secara langsung, tetapi membutuhkan proses interpretasi. Demikian juga simbol harus memiliki makna – makna yang merupakan representasi sesuatu. Jika sesuatu tidak mewakili apa pun ata tidak hanya mewakili satu makna saja, ia tidak bisa dikatakan sebagai simbol. Misalnya warna merah yang mewakili makna berani, dan warna biru yang mewakili makna keagungan.

Simbol bersifat luas, sehingga yang dimaksudkan disini tidak hanya dihubungkan dengan warna semata, tetapi juga dapat ditampilkan dalam bentuk yang lain dan sangat beragam, seperti bahasa, bahasa tubuh, ekspesi muka, keras lemahnya suara, dan budaya. Mead menyatakan bahwa mengkaji simbol dalam kehidupan manusia menjadi penting, karena disebabkan makna yang ditunjukan. Bentuk – bentuk seperti objek, gagasan, keyakinan, orang, nilai – nilai, dan kondisi tertentu, semuanya bisa diakui kebenaranya dan keberadaanya oleh manusia, disebabkan makna – makna yang dimiliki yang terdapat di dalamnya.

* Konsep I dan Me

I dan Me sekalipun diterjemahkan dalam bahasa indonesia, baik I dan Me artinya sama – sama “Saya”, tetapi kalu di kaji lebih mendalam kedua kata itu mempunyai konteks kata yang tidak sama. I biasa digunakan dalam konteks sebagai subjek, sedangkan “Me” lebih kepada saya sebagai objek. Peran masing – masing tidak sama dan tidak bisa dipisahkan. Tidak memungkinkan apabila memberi penjelasan mengenai “I” tanpa penjelasan tantang “Me”, begitu juga sebaliknya[5].

I dan Me merupakan respons langsung individu terhadap individu yang lain. “I” memberikan sistem dinamisme dan kreatifitas yang dibutuhkan oleh sistem teoritis Mead. Tanpa itu aktor dari pemikiran Mead akan sepenuhnya didominasi oleh kontrol eksternal dan internal. “I” bereaksi terhadap “Me” yang merupakan serangkaian sikap terorganisasi dari orang lain yang di andaikan oleh seseorang. Dengan kata lain “Me” merupakan pengadopsian orang lain pada umumnya. Mead juga melihat I dan Me secara pragmatis. Me memungkinkan individu hidup nyaman dengan dunia sosial, sementara I membuka kemungkinan bagi perubahan dalam masyarakat. Masyarakat menawarkan kompromi yang memadai agar I dapat berfungsi, dan mempersiapkanya agar bisa luruh dengan perkembangan – perkembangan baru supaya tidak stagnant. “I” dan “Me” merupakan bagian dari seluruh proses sosial yang memungkinkan individu – individu masyarakat berfungsi lebih efektif[6].

Daftar Pustaka

Rachmad.K,2008,20 Tokoh Sosiologi Modern, Pn.Ar-Ruzz Media, Yogyakarta

George Ritzer&Douglas J,2009,Teori Sosiologi,Pn. Kreasi Wacana, Bantul

Irving.M, Memahami kembali Sosiologi,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta
[1] Pragmatisme : kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai atau ajaran (paham, doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan dsb), bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia ; Paham yang menyatakan bahwa segala sesuatu tidak tetap, melainkan tumbuh dan berubah terus. (sumber: KBBI)

[2] Sumber:20 tokoh sosiologi modern, rachmad k Dwi Susilo.

[3] Rachmad K dwi susilo, 20 tokoh sosiologi Modern.

[4] Lihat, Rachmad K,2008, 20 tokoh sosiologi modern, hal.64-65

[5] Lihat, Rachmad K,2008, 20 tokoh sosiologi modern hal.67-71

[6] Lihat,teori sosiologi, george ritzer, hal. 389 -391

Marxisme

9:32 PM Edit This 1 Comment »
1. I. Sejarah Marxisme

Paradigma marxisme merupakan salah satu paradigma yang sangat berpengaruh bagi perkembangan teori – teori pergerakan kemasyarakatan. Marxisme lahir dari konteks masyarakat industri Eropa abad ke-19, dengan semua ketidakadilan, eksploitasi manusia khususnya kelas bawah atau kelas buruh. Menurut analisa Marx, kondisi-kondisi dan kemungkinan-kemungkinan teknis sudah berkembang dan merubah proses produksi industrial, tetapi struktur organisasi proses produksi dan struktur masyarakat masih bertahan pada tingkat lama yang ditentukan oleh kepentingan-kepentingan kelas atas. Jadi, banyak orang yang dibutuhkan untuk bekerja, tetapi hanya sedikit yang mengemudikan proses produksi dan mendapat keuntungan. Karena maksud kerja manusia yang sebenarnya adalah menguasai alam sendiri dan merealisasikan cita-cita dirinya sendiri, sehingga terjadi keterasingan manusia dari harkatnya dan dari buah atau hasil kerjanya[1]. Karena keterasingan manusia dari hasi kerjanya terjadi dalam jumlah besar (kerja massa) dan global, pemecahannya harus juga bersifat kolektif dan global.

Marxisme merupakan dasar dari teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan t, Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya “kepemilikan pribadi” dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Pemahaman diri sendiri Marxisme bukan merupakan suatu filsafat baru (menurut Marx, filsafat hanya sibuk menginterpretasi sejarah dan kenyataan), tetapi bermaksud menganti filsafat (dengan tujuan mengubah sejarah dan kenyataan). Friedrich Engels dan Karl Marx pada Tahun 1847 mendeklarasikan suatu “manifesto Komunis” di mana sistem kapitalisme dilawan tanpa kompromis. Kaum tertindas, terutama proletariat (kaum buruh) harus diperdayakan, dan mereka yang harus menjadi subjek sejarah secara revolutioner untuk mengubah sistem masyarakat menjadi suatu masyarakat yang adil, tanpa kelas (classless society), ya bahkan tanpa negara (stateless society): sosialisme atau komunisme. Kekayaan dan sarana-sarana produksi harus dimiliki bukan oleh suatu minoritas atau kelas atas secara pribadi, tetapi oleh bangsa secara kolektif. Setiap individu disini memperoleh bagiannya tidak lagi berdasarkan status sosialnya, kapitalnya atau jasanya, tetapi berdasarkan kebutuhannya.

1. II. Proses Dasar Marxisme

Pada dasarnya marxisme merupakan dampak dari adanya sikap materialisme[2] yang ada di masyarakat. Materialisme berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Proses tahapan itu meliputi tahap komunis primitif, tahap produksi kuno, tahap produksi feodal, tahap kapitalis, dan tahap komunis[3].

¯ Tahap komunis primitif

Selama masa prasejarah, manusia hidup dalam suatu kemiskinan yang sangat ekstrim, dan hanya mampu memperoleh makanan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dengan cara berburu, memancing dan mengumpulkan buah – buahan.Manusia hidup dari alam sebagai parasit, karena dia tidak mampu mengolah sumberdaya – sumberdaya alam yang menjadi basis- bagi kehidupanya. Pada tahap ini umat manusia tidak mampu mengontrol sumberdaya – sumberdaya alam yang ada.

Masyarakat primitif hidup berkelompok untuk menjamin kelangsungan hidup kolektif dalam kondisi yang sangat sulit. Semua orang mempunyai kewajiban untuk mengambil peran dalam proses produksi saat itu, dan kerja semua orang sangat dibutuhkan untuk membuat masyarakat tetap dapat hidup. Pemberian hak – hak istimewa untuk sebagian anggota suku akan mengakibatkan sebagian yang lain akan jatuh kelaparan dan akan dan akan membuatnya tercerabut dari kemungkinan bekerja secara normal, karena itu akan merusak kelangsungan hidup kolektif. Inilah alasan mengapa organisasi sosial pada tahap perkembangan masyarakat primitif cenderung menjaga keadilan secra maksimal di dalam komunitas manusia.

¯ Proses Tahapan Kuno

Perkembangan teknik pertanian dan peternakan membuat situasi kemiskinan yang sangat lama terjadi dalam masyarakat primitif sedikit terjadi perubahan yang signifikan. Teknik pertanian merupakan suatu revolusi ekonomi terbesar sepanjang sejarah kehidupan umat manusia.

Revolusi neolitik dimulai sekitar 15.000 SM di sebagian kecil wilayah dunia, yang kemungkinan besar pertama kali terjadi di Asia kecil, mesopotamia, iran, turkestan yang kemudia berangsur – berangsur menuju ke mesir, india, china, afrika utara, dan eropa mediterania[4]. Ini disebut dengan revolusi neolitik karena terjadi pada bagian masa dari jaman batu, yaitu ketika alat – alat kerja utama masih terbuat dari batu yang diasah (masa akhir dari zaman batu).

Revolusi neolitik membuat umat manusia mampu memproduksi makananya sendiri, karena itu masyarakat pada tahap ini sudah sedikit banyak bisa mengontrol kelangsungan kehidupanya mereka sendiri. Ketergantungan masyarakat primitif kepada sumberdaya yang ada di alam pun sedikit mulai berkurang. Revolusi neolitik memungkinkan pembangunan tempat penyimpanan makanan, yang kemudian membebaskan anggota – anggota komunitas tersebut dari kebutuhan untuk memproduksi makanan mereka sendiri. Demikianlah bagaimana sebuah pembagian kerja secara ekonomi dapat berkembang. Sebuah spesialisasi kerja yang dapat meningkatkan produktifitas kerja manusia. Hingga saat itu di dalam masyarakat primitif hanya terdapat spesialisasi kerja yang sederhana.

¯ Tahapan Feodal

Sebagai akibat dari munculnnya surplus makanan yang besar dan permanen maka organisasi sosial dalam kehidupan primitif mulai terjungkir balikan. Selama surplus tersebut relatif kecil dan hanya tersebar dari desa ke desa, maka tidak akan merubah struktur egaliter dalam komunitas desa. Tetapi ketika surplus tersebut dikondisikan di atas area yang luas oleh militer ataupemimpin – pemimpin agama, atau ketika surplus tersebut semakin melimpah di desa – desa sebagai perkembangan dari teknik pertanian, maka surplus tersebut dapat memunculkan kondisi bagi munculnya ketidakadilan sosial.

Pembagian kerja sosial kemudian melengkapi pembagioan kerja secara ekonomi (spesialisasi kahlian produktif). Produksi sosial tidak lagi dilakukan hanya untuk melayani kebutuhan produsenya. Oleh karena itu produksi sosial semenjak itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

ª Produk kebutuhan : yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup bagi para produsen yang tanpa adanya produsen ini masyarakat akan runtuh.

ª Produk surplus sosial : yaitu surplus yang dihasilkan oleh para pekerja dan diambil oleh kelas – kelas pemilik,

Pada tahap ini populasi dari pusat kota baru terdiri, terutama lapisan yang hidup dari pajak yang mengambil surplus dari kerja pertanian. Lapisan ini terdiri dari lapisan para bangsawan, para pemuka agama, para tuan tanah, dan para pejabat. Pekerja dan pelayan yang tidak langsung diberi makan oleh lapisan – lapisan atas melalui pembakian yang sangat tidak adil.

¯ Proses Tahap Kapitalis

Kemunculan kelas – kelas sosial yang berbeda dan antagonistik yang merupakan kelas yang memproduksi dan kelas yang menguasai, mendorong lahirnya negara yang merupakan institusi utama untuk mempertahankan kondisi sosial yang ada, yaitu ketidak adilan sosial. Pembagian masyarakat kedalam kelas – kelas dikonsolidasikan oleh pengambilan alat produksi oleh kelas – kelas pemilik.

Dengan adanya ketimpangan yang terjadi, para kelas menengah merasa keadaan yang terjadi sangat tidak sesuai. Kelas menengah sangat tidak puas dengan keadaan yang ada pada saat itu. Kemudian mereka bersatu untuk menyetarakan derajat mereka dengan para bangsawan dengan jalan perdagangan dan industri dengan tanpa menghiraukan kelas para bangsawan dan petinggi lainya. Ini menandai berawalnya kapitalisme pada saat itu dengan ditandai dengan adanya Renaiasance di segala bidang. Para kelas menengah ini bisa disebut sebagai kaum borjuis.

Periode ini berlangsung begitu saja sejalan dengan perkembangan industri dan peralatan produksi yang mulai canggih. Tumbuhnya kelas baru ini menumbalkan permasalahan baru dalam masyarakat, yaitutumbuhnya kelas – kelas pekerja rendah yang di eskloitasi oleh para kaum borjuis untuk memproduksi lahan industri kaum borjuis dan memperkaya kaum borjuis. Demikianlah periode ini beralangsung. Hubungan dagang antar negara sudah tidak ada batasan lagi, yang kemudian memberikan sebuah kebutuhan produksi tinggi, yang tentunya akan sangat memeras tenaga para kaum proletar atau para kelas pekerja[5].

¯ Tahapan Periode Komunis

Tahapan periode komunis terjadi saat para kaum borjuis semakin kejam menindas para kaum kelas pekerja atau kaum proletar. Kaum proletariat ini kemudian bersatu untuk menghancurkan kaum borjuis, dengan menggunakan ideologi komunis, yaitu persamaan derajad dan persamaan hak serta kehidupan.

Kaum komunis atau marxis ini kemudian berjuang untuk mendirikan sebuah negara pekerja . kediktatoran proletariat dan demokrasi proletar sebagai ganti atas negara borjuis yang selalu berwujud sebagai negara kediktatoran borjuasi. Negara kaum marxis ini bercirikan dengan perluasan dan bukan pembatasan kebebasan demokratik yang efektif bagi masa rakyat pekerja.

Negara kelas pekerja ini akan lebih demokratis dibandingkan dengan negara yang didirikan oleh demokrasi parlementer, karena negara kelas pekerja akan meluaskan demokarasinya secara langsung.

III. Teori Ekonomi Marxis

¯ Teori Nilai dan Nilai Lebih

Setiap langkah maju dalam sejarah peradaban terjadi karen peningkatan produktivitas kerja. Selama sekelompok manusia dengan susah payah memproduksi hanya cukup untuk mempertahankan hidup mereka sendiri, selama tidak ada surplus di atas produk kebutuhan tersebut adalah tidak mungkin terjadi adanya pembagian kerja dan munculnya pekerja ahli, seniman dan kaum terpelajar. Dibawah kondisi tersebut, prasyarat untuk spesialisasi kerja semacam itu dapat dicapai.

ª Produk Surplus Sosial

Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana sesorang hanya dapat menghasilkan kebutuhan untuk hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak terjadi dan diferensiasi sosial di dalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak memungkinkan. Di bawah kondisi tersebut semua orang adalah produsen dan mereka semua berada pada tingkat ekonomi yang sama.

Setiap terjadi peningkatan dalam produktivitas kerja yang melewati titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi suatu kemungkianan. Ketika terdapat surplus produk, seketika itu pula dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri. Kemudian dibentuklah suatu kondisi untuk perjuangan bagaimana supaya surplus tersebut dapat dibagikan.

Sejak saat itu pengeluaran kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan untuk keberlangsungan hidup produsenya. Beberapa hasil kerja tersebut digunakan untuk melepaskan sejumlah kelompok masyarakat dari kewajiban bekerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.

Ketika situasi tersebut muncul, sekelompok masyarakat tersebut menjadi kelas berkuasa, yang karakteristik luar biasa adalah terbebasnya mereka dari kebutuhan untukn bekerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri. Sejak saat itu, kerja produsen dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian dari kerja tersebut terus digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup si produsen itu sendiri dan ini bisa disebut dengan kerja kebutuhan. Sedangkan bagian yang lainya digunakan untuk menjaga kelas berkuasa dan ini bisa dinamakan surplus kerja[6].

ª Teori alienasi Marxis

Marx menganalisis bentuk hubungan yang inheren antara kerja dan sifat dasar manusia. Hubungan ini ternyata telah diselewengkan oleh kapitalisme. Marx menyebut alienasi sebagai wujud dari hubungan tersebut. Marx menyebut hubungan ini sebagai alienasi karena Marx tidak lagi melihat kerja sebagai sebuah ekspresi dari tujuan manusia. Tidak ada objektifitas dalam pembagian kerja ini. Keadaan ini menindas kaum kelas pekerja yang merupakan kaum proletariat.

Para kelas pekerja teralienasi dari berbagai macam hal yang seharusnya hal itu bisa sangat dekat dan mudah bagi kelas pekerja ini. Ada empat unsur dasar alienasi yang membelenggu para kelas pekerja ini. Yang pertama mereka teralienasi dari aktivitas produktiv mereka yang membuat mereka tidak dapat memproduksi barang berdasarkan ide – ide mereka sendiri. Kemudian mereka juga teralienasi dari produk hasil kerja mereka karena mereka tidak mampu untuk mendapatkanya dengan upah yang sangat sedikit. Kemudian mereka juga teralienasi dari sesama pekerja, sehingga mereka ibarat sebuah robot yang tidak bisa berinteraksi dengan satu sama lain rekanya. Yang terakhir mereka juga teralienasi terhadap potensi kemanusiaan yang sangat parah sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Robert.M,2004,Teori Pergerakan Sosial,Resist Book,yogyakarta

Hary.P,2002, Perspektif Marxisme,Pn.Jendela,Yogyakarta

George.R,2008,Teori Sosiologi,Pn.Kreasi Wacana,Bantul.Yogyakarta

Ernest.M,2006,Tesis – Tesis Pokok Marxisme,CV.Langit Aksara,Yogyakarta

Christoper.L,1986,Teori Sosial dan Praktek Politik,CV.Rajawali,Jakarta
[1] Alienasi,ketimpangan yang terjadi karena adanya kapitalisme yang dilakukan oleh kaum borjuis, sehingga kaum proletar semakin tertindas, bahkan untuk menikmati hasil kerja mereka di pabrikpun tidak bisa karena tidak mampu membelinya.(lihat George.R,2008,Teori Sosiologi hal 54-56)

[2] Materialisme, pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di alam kebendaan semata – mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.(KBBI). Hubungan produksi menentukan basis semua masyarakat.

[3] Lihat Ernest.M,2006,Tesis – Tesis Pokok Marxisme hal 1-2.

[4] lihat Ernest.M,2006,Tesis – Tesis Pokok Marxisme hal2-3

[5] Lihat George.R,2008,Teori Sosiologi hal 62-64

[6] Lihat lihat Ernest.M,2006,Tesis – Tesis Pokok Marxisme hal 118-120, dan George.R,2008,Teori Sosiologi hal 54-56.

Talcott Parsons

9:30 PM Edit This 0 Comments »

Talcott Parsons lahir pada tahun 1902 di colorado springs, colorado. Parsons lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah seorang pendeta kongregasional, yang juga seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus kecil. Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst College pada tahun 1924 dan kemudian melanjutkan kuliah pascasarjana di London School of Economics. Di tahun berikutnya Dia pindah ke Heidelberg, jerman. Max weber menghabisakan sebagian karirnya di heidelberg, dan meski Dia telah wafat lima tahun sebelum kedatangan Parsons, Weber tetap meninggalkan pengaruh yang mendalam di kampus itu, Istrinya masih terus meneruskan pertemuan – pertemuan di rumahnya , yang juga diikuti oleh parsons. Parsons sangat dipengaruhi oleh pemikiran – pemikiran Weber, dan sebagian disertasi doktoralnya pun di Heidelberg membahas karya Weber.

Parsons mengajar di Harvard pada tahun 1927, dan meskipun ia berpindah jurusan beberapa kali, Parsons tetap berada di harvard sampai dengan dia Wafat pada tahun 1979. Perjalanan karirnya tidak berlangsung secara pesat. Ia tidak memperoleh posisi tetap sampai dengan tahun 1939. Dua tahun sebelumnya dia mempublikasikan bukunya yang berjudul The Structure of Social Action , satu buku yang tidak hanya memperkenalkan teoretisi – teoretisi sosial utama semisal Weber kepada sosiologi laina, namun juga menjadi dasar bagi pengembangan teori Parsons sendiri.

Setelah tahun 1939 , karier akademik Parsons melaju pesat. Ia menjadi ketua jurusan Sosiologi di Harvard pada tahun 1944 dan dua tahun kemudian Dia menduduki jabatan sebagai ketua jurusan hubungan Sosial yang baru saja didirikan, yang tidak hanya memasukan sosiolog namun juga berbagai ilmuwan sosial lain. Pada tahun 1949 ia terpelih manjadi presiden Asosiasi Sosiologi Amerika. kemudian Pada tahun 1950an dan 1960an dengan terbitnya buku seperti The Social System (1951), Parsons menjadi seorang tokoh dominan sosiologi di Amerika.

Namun, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan dari sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul. Parsons dinilai berpandangan politik konservatif dan teorinya dianggap sangat konservatif dan tidak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang rumit. Tetapi tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tak hanya di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia (Alexander , 1982:83; Buxton, 1985; camic, 1990; Holton dan Tumer, 1986; Sciulli dan Gerstein, 1985). Horton dan Tumer mungkin terlalu berlebihan ketika mengatakan bahwa “karya Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh terhadap teori sosiologi ketimbang Marx, Weber, Durkheim, atau pengikut mereka masa kini sekalipun” (1986:13). Pemikiran Parsons tak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga teoritisi neo-Marxian, terutama Jurgen Habermas.

Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, pada sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya. Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukakan pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.

Robert Merton adalah salah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar di Harvard. Merton yang menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaannya sendiri, menjelaskan bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard di tahun-tahun itu bukan hendak belajar dengan Parsons, tetapi dengan Sorokin, anggota senior jurusan sosiologi yang telah menjadi musuh utama parsons.

Generasi mahasiswa pascasarjana yang paling awal datang ke Harvard, dan tak seorangpun yang ingin belajar dengan Parsons. Mereka tak mungkin berbuat demikian selain karena alasan paling sederhana; pada 1931 ia belum dikenal publik apalagi sebagai seorang sosiolog. Meski kami mahasiswa belajar dengan Sorokin yang masyhur, sebagian diantara kami diharuskan bekerja dengan Parsons yang tak terkenal itu. (Merton, 1980-69).

Celaan Merton tentang kuliah pertama Parsons dalam teori, juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk salah satu buku teori paling berpengaruh dalam sejarah sosiologi:

Lama sebelum Parsons menjadi salah seorang tokoh tua terkenal di dunia sosiologi, bagi kami mahasiswa angkatan paling awal, dia hanyalah seorang pemuda yang sudah tua. Kemasyhurannya berasal dari kuliah pertamanya dalam teori yang kemudian menjadi inti karya besarnya, The Structure of Social Action, yang tidak terbit hingga lima tahun setelah publikasi lisannya di kelas (Merton, 1980:69-70).

Meski tak semua orang sependapat dengan penilaian positif Merton tentang Parsons, mereka akan mengakui penilaian berikut :

Kematian Parsons menandai berakhirnya suatu era dalam sosiologi. Ketika (suatu era baru) dimulai, era itu benar-benar akan dibentengi oleh tradisi besar pemikiran sosiologi yang ia tinggalkan untuk kita (Merton, 1980:71).

Fungsionalisme Struktral

Salah satu pendekatan teoritis sistem sosial yang paling populer dari pendekatan-pendekatan yang lain adalah pendekatan yang amat berpengaruh di kalangan para ahli sosiologi selama beberapa puluh tahun terakhir ini. Sudut pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat, pada dasarnya , terintegrasi di atas dasar kata sepakat para anggotanya akan nilai, noma, dan aturan kemasyarakatan tertentu, suatu general agreements yang memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyarakat.

Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Karena sifatnya demikian, maka aliran pemikiran ini disebut sebagai integration approach, order approach, equilibrium approach atau lebih populer disebut structural-functional approach .

Pendekatan Fungsionalisme Struktural awalnya muncul dari cara melihat masyarakat dengan dianalogikan sebagai organisma biologis. Auguste Comte dan Herbert Spencer melihat adanya interdependensi antara organ-organ tubuh kita yang kemudian dianalogikan dengan masyarakat. Sebagaimana alasan-alasan yang dikemukakan Herbert Spencer sehingga mangatakan masyarakat sebagai organisma sosial adalah:

a. Masyarakat itu tumbuh dan berkembang dari yang sederhana ke yang kompleks
b. Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat berjalan secara perlahan atau evolusioner
c. Walaupun institusi sosial bertambah banyak, hubungan antar satu dan lainnya tetap dipertahankan kerena semua institusi itu berkembang dari institusi yang sama
d. Seperti halnya bagian dalam organisma biologi, bagian-bagian dalam organisma sosial itu memiliki sistemnya sendiri (subsistem) yang dalam beberapa hal tertentu dia berdikari.

Pokok pikiran inilah yang melatar belakangi lahirnya pendekatan fungsionalisme-struktural yang kemudian mencapai tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh dalam sosiologi Amerika, khususnya di dalam pemikiran Talcott Parsons (1902-1979).

Talcott Parsons lahir di Colorado Springs Amerika Serikat putra seorang pendeta. Meskipun awalnya menekuni ilmu biologi kemudian dia juga mempelajari sosial ekonomi. Pemikirannya dipengaruhi oleh pemikir-pemikir seperti Weber, Durkheim dan Vilfredo Pareto yang mengedepankan pendekatan sistem.Parson adalah tokoh fungsionalisme struktural modern terbesar hingga saat ini.Pendekatan fungsionalisme-struktural sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat dikaji melalu anggapan-anggapan dasar berikut:
a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain
b. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut bersifat timbal balik
c. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapi dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak kearah ekuilibrium yang bersifat dinamis
d. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan penyimpangan.
e. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.
f. Faktor paling penting yang memiliki daya integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.

Dengan kata lain, suatu sistem sosial, pada dasarnya, tidak lain adalah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh berkembang tidak secara kebetulan, namun tumbuh dan berkembang di atas consensus, di atas standar penilaian umum masyarakat. Yang paling penting di antara berbagai standar penilaian umum tersebut adalah norma-norma sosial. Norma-norma sosial itulah yang membentuk struktur sosial.

Sistem nilai ini, selain menjadi sumber yang menyebabkan berkembangnya integrasi sosial, juga merupakan unsur yang menstabilir sistem sosial budaya itu sendiri.

Oleh karena setiap orang menganut dan mengikuti pengertian-pengertian yang sama mengenai situasi-situasi tertentu dalam bentuk norma-norma sosial, maka tingkah laku mereka kemudian terjalin sedemikian rupa ke dalam bentuk suatu struktur sosial tertentu. Kemudian pengaturan interaksi sosial di antara mereka dapat terjadi Karena komitmen mereka terhadap norma-norma yang mampu mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan individu. Dua macam mekanisme sosial yang paling penting di mana hasrat-hasrat para anggota masyarakat dapat dikendalikan pada tingkat dan arah menuju terpeliharanya sistem sosial adalah mekanisme sosialisasi dan pengawasan sosial (social control)

Paradigma AGIL (Adaptation,Goal-Attainment, Integration, Latent-Pattern Maintenance)

Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial memerlukan terjadinya ketergantungan yang berimbas pada kestabilan sosial. Sistem yang timpang, sebut saja karena tidak adanya kesadaran bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan, menjadikan sistem tersebut tidak teratur. Suatu sistem sosial akan selalu terjadi keseimbangan apabila ia menjaga Safety Valve atau katup pengaman yang terkandung dalam paradigma AGIL .

Paradigma AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang dikemukakan oleh ahli sosiologi Amerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun 1950. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai keperluan sosial (kebutuhan fungsional) tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Teori AGIL adalah sebagian teori sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai struktur fungsional, diuraikan dalam bukunya The Social System, yang bertujuan untuk membuat persatuan pada keseluruhan system sosial. Teori Parsons dan Paradigma AGIL sebagai elemen utamanya mendominasi teori sosiologi dari tahun 1950 hingga 1970.

AGIL merupakan Singkatan dari Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency atau latent pattern-maintenance, meskipun demikian tidak terdapat skala prioritas dalam pengurutannya.

a. Adaptation yaitu kemampuan masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungan dan alam. Hal ini mencakup segala hal; mengumpulkan sumber-sumber kehidupan dan menghasilkan komuditas untuk redistribusi sosial. Sistem harus mengatasi kebutuhan situasionalyang datang dari luar.
b. Goal-Attainment adalah kecakapan untuk mengatur dan menyusun tujuan-tujuan masa depan dan membuat keputusan yang sesuai dengan itu. Pemecahan permasalahan politik dan sasaran-sasaran sosial adalah bagian dari kebutuhan ini.
c. Integration atau harmonisasi keseluruhan anggota sistem sosial setelah sebuah general agreement mengenai nilai-nilai atau norma pada masyarakat ditetapkan. Di sinilah peran nilai tersebut sebagai pengintegrasi sebuah sistem sosial
d. Latency (Latent-Pattern-Maintenance) adalah memelihara sebuah pola, dalam hal ini nilai-nilai kemasyarakatan tertentu seperti budaya, norma, aturan dan sebagainya. Sistem harus melengkapi , memlihara dan memperbarui motivasi individu dan pola – pola budaya yang menciptakan dan memmpertahankan motivasi tersebut.

Inti karya parson terdapat dalam ke empat sistemnya ini. Dalam asumsi yang dikemukakan parson terkait dengan sistem tindakanya, kita menghadapi persoalan yang merupakan pokok perhatianya dan yang telah menjadi sasaran kritik atas karyanya. Masalah tatanan ala Hobesian yang mencegah terjadinya perang soial yang melibatkan semua pihak, menurut pemikiran Parson tidak terjawab oleh filsuf sebelumnya. Parson menemukan jawabanya ini dalam fungsionalisme struktural, yang dalam pandangan berkisar dalam serangkaian asumsi berikut :

J Sistem mempunyai tatanan dan bagian yang tergantung satu sam lain.

J Sistem cenderung menjadi tatanan yang memelihara dirinya sendiri, atau ekuilibrium.

J Sistem bisa menjadi statis atau mengalami proses perubahan secara tertata.

J Sifat satu bagian sistem berdampak pada kemungkinan bentuk bagian lain.

J Sistem memlihara batas – batas dengan lingkungan mereka.

J Alokasi daan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan bagi proses ekuilibrium.

J Sistem cenderung memelihara dirinya yang meliputi pemeliharaan batas dan hubunganbagian – bagian dengan keseluruhan, kontrol variasi lingkungan, dan kontrol kecenderungan untuk mengubah sistem dari dalam.

Asumsi – asumsi ini mendorong parson untuk membuat analisis tentang tatanan struktur masyarakat sebagai prioritas utama. Dalam hal ini ia tidak banyak berbicara tentang perubahan sosial, paling tidak sampai bagian akhir kariernya.Parson banyak dikritik karena orientasinya yang statis , sehingga ia terlalu banyak memusatkan perhatian pada perubahan. Pada akhirnya parson juga memusatkan perhatianya pada evolusi masyarakat. Namun, dimata kebanyakan pengamat lainya, karyanya tentang perubahan sosial tetap dinilai sangat statis dan terstruktur.

Sistem Sosial

Konsepsi mengenai sistem sosial dimulai dari level mikro, yaitu interaksi antara ego dan alterego, yang didefinisikan sebagai bentuk paling dasar dari sistem sosial. Ia tidak banyak menganalisis level ini, meski ia memang berpendapat bahwa ciri – ciri sistem interaksi ini hadir dalam bentuk yang lebih kompleks dan diciptakan oleh sistem sosial. Menurut Parson, sistem sosial terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan. Aktor yang cenderung termotivasi kearah ‘optimasi kepuasan” dan yang hubunganya dengan situasi mereka, termasuk hubungan satu sama lain , didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama. Definisi ini berusaha mendefinisikan sistem sosial berdasarkan konsep – konsep kunci dalam karya Parson.

Sistem Kultural

Parson menyebut kebudayaan sebagai kekuatan utama yang mengikat berbagai elemen dunia sosial, atau dalam bahasanya sistem tindakan. Parson mendefinisikan sistem kultural sebagaimana sistem lain, berdasarkan hubunganya dengan sistem tindakan lainya. Jadi, kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan tertata yang merupakan sasaran orientasi aktor, aspek kepribadaian yang diinternalisasikan, dan pola – pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial. Karena pada dasarnya kebudayaan bersifat simbolik dan subjektif, maka dia selau diajarkan dari suatu sistem kesuatu sistem lainya. Kebudayaan dapat bergerak dari suatu sistem sosial satu ke sistem sosial yang lain, dengan cara berdifusi dari suatu sistem kepribadian menuju ke sistem kepribadian yang lain melalui pembelajaran dan difusi.

Sistem kepribadian

Sistem kepribadian tidak hanya dikendalikan olrh sistem kultural , namu juga sistem sosial. Ini bukan berarti bahwa Parson tidak memberikan tempat yang independen . Kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan kebudayaan melalui sosialisasi, kepribadian menjadi sistem independen karena hubunganya dengan organismenya sendiri dan melalui keunikan pengalaman hidupnya sendiri , sistem kepribadian bukanlah epifenomena. Kepribadian didefiniskan sebagai sebuah organisasi sistem orientasi dan motivasi tindakan aktor individual. Komponen dasar kepribadian adalah kebutuhan disposisi sebagai unit paling signifikan dari motivasi tindakan.

Organisme Behavioral

Meski memasuka Organisme Behavioral sebagai salah satu sistem tindakan, namun parson tidak terlalu panjang lebar membahasnya. Organisme behavioral dimasukan karena merupakan sebagai sumber energi bagi seluruh sistem. Meski didasarkan pada bangunan genetis, organisasinya dipengaruhi oleh proses pengondisian dan pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan individu. Organisme behavioral jelas merupakan ssistem bekas dalam karya parson, namun paling tidak pasrson mendapat pujian karena telah memasukkanya dalam teori sosiologinya.

Perubahan Dan Dinamika Parsonsian

Karya Parson dengan perangkat konseptual seperti empat sisitem tindakan dan imperatif fungsional mengundang tuduhan bahwa Ia menawarkan teori struktural yang tidak mampu menangani perubahan sosial telah lama parsons begitu peka terhadap perubahan sosial, namun Ia berpendapat bahwa meskipun studi perubahan diperlukan, tapi itu harus di dahului dengan studi tentang struktur. Namun pada tahun 1960-an ia tidak dapat lagi menahan serangan ini dan melakukan perubahan besar dalam karyanya kearah studi tentang perubahan sosial. Khususnya studi tentang evolusi sosial. (Parsons, 1977 : 50).

Teori Evolusi

Orientasi umum parson pada studi perubahan sosial dibentuk oleh sosiologi. Dalam membahas proses perubahan sosial, Parson mengembangkan apa yang disebut dengan “paradigma perubahan evolusioner”. Komponen pertama paradigma tersebut adalah proses diferensiasi. Parson berasumsi bahwa masyarakat manapun terdiri dari serangkaian subsistem yang struktur dan signifikansi fungsionalnya tidak sama bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyaerakat berevolusi, subsistem baru mengalami diferensisasi.

Selanjutnya, Parson mengatakan bahwa proses diferensiasi mengarah pada serangkaian masalah integrasi dalam masyarakat. Ketika subsistem berkembang, masyarakat dihadapkan pada masalah – masalah baru dalam mengatur cara kerja unit – unit ini. Masyarakat yang mengalami evolusi pasti bergerak dari sistem askripsi menuju salah satu sistem pencapaian. Cakupan kemampuan dan ketrampilan yang lebih luas diperlukan untuk menangani subsistem yang lebih rumit. Sistem nilai masyarakat secara keseluruhan pasti mengalami perubahan ketika struktur dan fungsi sosial semakin terdiferensiasi. Evolusi berlangsung melalaui berbagai siklus, namun tidak ada proses umum yang mempengaruhi seluruh masyarakat secara sama. Beberapa masyarakat dapat mendukung evolusi, sementra lainya”mungkin terjerat oleh konflik internal atau kekurangan – kekurangan lainya” sehingga menghambat proses evolusi atau bahkan memperburuknya..

Kritik

Parsons dan para pengikutnya telah berhasil membawa pendekatan fungsionalisme struktural ke tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh di dalam pertumbuhan teori-teori sosiologi hingga saat ini, namun pendekatan ini juga telah mengundang paling banyak perdebatan. David Lockwood memaparkan bahwa pandangan pendekatan ini terlalu normatif, karena menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Ini terjadi karena analogi dari masyarakat dan tubuh manusia yang dilakukan oleh Parson bisa diilustrasikan, bahwa tidak mungkin terjadi konflik antara tangan kanan dengan tangan kiri dengan tangan kanan, demikian pula tidak mungkin terjadi ada satu tubuh manusia yang membunuh dirinya sendiri dengan sengaja. Demikian pula karakter yang terdapat dalam masyarakat. Suatu sistem sosial, Lembaga masyarakat misalnya, akan selalu terkait secara harmonis, berusaha menghindari konflik, dan tidak mungkin akan menghancurkan keberadaannya sendiri.

Daftar Pustaka

G ritzer & Douglas J.G. 2004.Teori Sosiologi.Bantul.Kreasi wacana

Irving M.Z. Memahami Kembali Sosiologi.Yogyakarta.Gadjah mada University Press

Margaret.M.P.Sosiologi Kontemporer.1987.Jakarta.Rajawali Pers

Bentuk-bentuk korupsi

6:57 AM Edit This 0 Comments »
Gerald E. Caiden

"Toward a General Theory of Official Corruption," Asian Journal of Public Administration, Vol. 10, No. 1, June 1988, pp. 3-26.


Table 1: Most Commonly Recognized Forms of Official Corruption

Non-performance of duties; desertion; parasitism

Treason; subversion; illegal foreign transactions; smuggling

Kleptocracy; privatization of public funds; larceny and stealing

Misappropriation; forgery and embezzlement; padding of accounts; diverted funds; misuse of funds; unaudited revenues; skimming

Abuse and misuse of coercive power; intimidation; undeserved pardons and remissions; torture

Deceit and fraud; misrepresentation; cheating and swindling

Perversion of justice; criminal behaviour; false evidence; unlawful detention; frame-ups

Bribery and graft; extortion; illegal levies; kickbacks

Tampering with elections; vote-rigging; gerrymandering

Misuse of inside knowledge and confidential information; falsification of records

Unauthorized sale of public offices, loans, monopolies, contracts, licences and public property

Manipulation of regulations, purchases and supplies; bias and favouritism

Tax evasion; profiteering

Influence-peddling; favour-brokering; conflicts of interest

Acceptance of improper gifts and entertainments; "speed" money; blackmail

Protecting maladministration; cover-ups; perjury

Black market operations; links with organized crime

Cronyism; junkets

Misuse of official seals, stationery, residences and perquisites

Illegal surveillance; misuse of mails and telecommunications

6:53 AM Edit This 0 Comments »
The Taken for Granted Religion
• Individu memeluk agama yang sama dengan orang tuanya sejak dia lahir tanpa tahu mengapa dia harus memeluk agama tersebut.
• Sosialisasi terhadap agama hanya sebatas menyangkut nilai-nilai, aturan, tata cara, upacara/ritual dan sebagainya yang harus diikuti.
• Kebanyakan oranakhirnya g Indonesia hanya ‘beragama’ saja tanpa mengetahui lebih dalam tentang keimanannya.
• Agama dalam masyarakat Indonesia dianggap sebagai sesuatu yang sangat sakral, suci, dan murni. Untuk menjaga itu semua maka diajarkan untuk menerima agama secara taken for granted (apa adanya) tanpa dipertanyakan lagi.
• Masalah tentang kesucian agama sangat dijaga oleh orang-orang yang sering disebut memiliki otoritas keagamaan(seperti guru/tokoh/pemuka/pemimpin agama). Mereka dijadikan sosok referensi yang paling valid untuk pengetahuan agama.
• Adanya ‘perkawinan’ antara agama dan negara memiliki kekuatan besar
o Hegemoni agama ditanamkan dan dipelihara secara sistematis melalui sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan tersebut tidak bisa diubah (taken for granted).
1. untuk kepentingan Pembuatan kebijakan, agama diartikan sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu. Agama ditentukan oleh 4 faktor berikut; yaitu percaya terhadap Tuhan yang satu, memiliki sistem hukum yang jelas, memiliki kitab suci, dan memiliki nabi.(Saidi,2004).
Teori Struktural Fungsional
 Pendekatan struktural fungsional mentitikberatkan pada fungsi agama dalam struktur yang saling kait mengait di masyarakat.
 Durkheim berrrpendapat, terrrdapattt 3 fungsi utaaama agama yaitu (Maconis, 2006):
 Sebagai perekat sosial (sosial cohesion)
Agama berfungsi mempersatukan orang melalui simbol yang dipakai bersama, nilai, dan norma bersama.
 Sebagai kontrol sosial (sosial control)
Agama mendorong terjadinya konformitas
 Sebagai pemberi makna dan tujuan
Keyakinan agama memberian rasa aman dan nyaman untuk manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini sehingga manusia dapat menghadapi segala masalah yang terjadi.


Teori konflik
 Analisis konflik menekankan pada peran agama dalam menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat.
 Marx berpendapat bahwa agama menanamkan kesadaran palsu (false consciousness) supaya orang-orang dapat menerima permasalahan sosial yang terjadi dan berharap akan datangnya dunia yang lebih baik.
 Pada waktu yang sama, agama adalah kesadaran politik kaum elite dalam mempertahankan status quonya. Agama, politik, dan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat. Perebutan kekuasaan dan usaha-usaha dalam mempertahankan status quo itu terus berlangsung. Agama-agama pun berlomba untuk mendapatkan sumber kekuasaan dari masa ke masa.

Kontroversi Sejarah Indonesia- Peristiwa G30S

6:38 AM Edit This 0 Comments »
Kontroversi Sejarah Indonesia- Peristiwa G30S

Oleh :
Syaila Rizal



Tahun 1965 bertepatan dengan tanggal 30 September, merupakan salah satu hari dimana terjadinya peristiwa yang mampu merubah sejarah politik bangsa Indonesia. Pada hari itu telah terjadi pertumpahan darah, pembunuhan, isak tangis dimana-mana, dan yang lebih sadis adalah pembantaian besar-besaran terhadap sesama. Itu semua dilakukan dengan sangat tidak manusiawi, lebih tepatnya lagi ‘amoral’. Hal itu terjadi karena ada tuntutan dari suatu elite atau golongan untuk melakukan perubahan baik itu di dalam ideologi, struktur dan sistem pemerintahan Indonesia. Kini peristiwa bersejarah tersebut dikenal dengan nama ‘G30S’. Dalam esai kali ini saya ingin memberikan pandangan saya terhadap sejarah bangsa pada tahun 1965 dan bagaimana memulai langkah kecil sebagai rintisan awal menuju kepada rekonsiliasi.
Manipulasi sejarah G30S sendiri membuat masyarakat Indonesia bertanya-bertanya, apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu? Mengapa hingga saat ini timbul banyak versi tentang sejarah G30S? Hal ini justru membuat masyarakat Indonesia menjadi abu-abu terhadap sejarah bangsanya sendiri. Salah satu karakteristik bangsa yang jaya adalah setiap masyarakatnya mengetahui sejarah dan peristiwa yang berada di dalamnya. Dengan mengetahui sejarah dan peristiwa-peristiwa yang berada di dalamnya, membuat masyarakat semakin bangga dengan bangsanya sendiri, atau dapat dikatakan sikap nasionalisme dari masyarakat itu sendiri semakin bertambah. Sehingga mampu mengintegrasikan elemen-elemen masyarakatnya ke dalam kesamaan sejarah dan peristiwa dari bangsa itu sendiri.
Sejak Suharto tidak lagi menjadi presiden dan pimpinan tertinggi pada masa orde baru, Sedikit demi sedikit terkuak sejarah tentang kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut merupakan aib bangsa yang hingga saat ini masih banyak terpendam dan tesembunyi dibalik kelompok kepentingan tertentu yang memiliki pengaruh untuk sengaja menutupi kebenaran atas apa yang telah terjadi pada bangsa Indonesia selama berpuluh-puluh tahun. Ada yang memandang peristiwa 1965 sebagai strategi licik yang memang sudah diskenariokan untuk menghancurkan kekuasaan Soekarno. Dengan dalih menumpas G30S/PKI, Suharto bersama militernya dan dibantu dengan kekuatan asing secara menyeluruh telah menghianati perjuangan revolusioner yang merupakan gagasan besar Sukarno.


Dengan keberhasilan Suharto menghancurkan rezim Sukarno serta gagasan besar beliau yang revolusioner dan berorientasi kerakyatan, memberikan sejarah pahit terhadap bangsa Indoensia. Tidak hanya Sukarno yang dihancurkan pada peristiwa G30S tersebut, melainkan para pendukung Sukarno yang didomiasi oleh PKI. Tragedi itu juga telah menjadi “pembuka jalan” untuk melikuidasi pemerintahan anti-imperialis Soekarno dan mengembalikan status Indonesia sebagai koloninya negeri-negeri imperialis.Sebuah peristiwa yang merupakan permulaan dari serentetan panjang pengkhianatan terhadap tujuan Negara Kesatuan RI yang telah diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agsutus 1945. Peristiwa yang membuka jalan ditegakkannya Orde Baru dibawah kepemimpinan Suharto, TNI-AD, dan Golkar.
Dalam versi lainnya pula, sejarah mengatakan bahwa adanya keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris terutama dinas rahasia CIA dan M16 dalam tragedi 1965. Yaitu sebagai konsekuensi dari perang dingin yang berlangsung antara Amerika Serikat sebagai blok kapitalis menghadapi Vietnam Utara yang dibantu Uni Soviet sebagai blok komunis, Amerika tidak menginginkan Indonesia jatuh ke tangan kelompok komunis. Jika Indonesia jatuh ke tangan Uni Soviet, Amerika akan berhasil ditaklukkan oleh Uni Soviet dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara yang ‘mampu’ memenuhi kebutuhan Amerika dalam hal apapun.
Begitu banyak versi sejarah G30S yang hadir pada bangsa ini. Sehingga setiap orang dari berbagai elemen bertanya-tanya tentang kebenaran sejarah yang sesungguhnya. Haruskah kaum muda menerima setiap cerita sejarah dengan begitu saja? Seharusnya dengan berbagai macam cerita sejarah, kaum muda perlu mengkritisi hal tersebut karena belum tentu pendidikan sejarah tersaji lengkap, tepat dan jelas. Dengan mempelajari sejarah kaum muda dapat menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan tentunya mengetahui jati diri bangsa serta mencari kebenaran tentang apa yang telah terjadi pada bangsa Indonesia.
Dari berbagi versi sejarah yang kita ketahui seperti yang telah disebutkan diatas, dapat kita simpulkan bahwa sejarah bisa saja direkayasa demi kepentingan tertentu. Sehingga perlu adanya pengungkapan fakta terhadap peristiwa tersebut dan kemudian dapat menciptakan keadilan bagi para pelakunya. Persoalan rekonsilisasi nasional pun hanya dapat berjalan dengan baik jikalau proses ini sudah didahului dengan pengungkapan fakta dan pengadilan terhadap para pelakunya. Agar terjadi perbaikan diantara semua pihak, lebih dulu di perbaiki hubungan antar pihak dengan membuka dialog-dialog dan interaksi sehingga terjalinnya kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dan dapat menuntaskan kisah sejarah hingga ke akarnya. Menurut saya sebaiknya rekonsiliasi dilakukan lintas ideologi antara kelompok islam dengan eks komunis, lintas etnis, dan lintas pemeluk agama. Dan yang paling penting yaitu antara sipil dengan militer. Hubungan antara sipil dengan militer itu akan menentukan apakah pada masa yang akan datang masih akan terjadi pelanggaran terhadap HAM. Rekonsiliasi juga harus mengoptimalkan kegiatan penelusuran sejarah berdasarkan para saksi dan pengungkapan kebenaran dari para saksi, agar dapat diketahui siapa korban dan siapa pembunuh dan kemudian menjauhkan dari kemungkinan saling balas dendam. Untuk mengetahui kebenaran dari para saksi dari sejarawan juga perlu melakukan penelitian lebih berkualitas terhadap kasus tersebut.

Social Enterpreneurship

6:34 AM Edit This 0 Comments »
Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang terkait.
Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka. Hukum pada pasar bisnis adalah mempertahankan orang-orang yang mampu menciptakan produksi yang efektif adan efisien untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Bagi produsen yang tidak mampu menjadikan usahanya demikian ia akan langsung tersingkir dari pasar. Sedangkan kelangsungan hidup atau pertumbuhan perusahaan sosial tidak selalu ditentukan oleh efisiensi atau efektivitas dalam meningkatkan kondisi sosial.
Menurut Karen Braun , wirausahawan sosial adalah seseorang yang mengenali masalah sosial dan menggunakan strategi kewirausahaan untuk memberanikan diri menghadapi risiko sebagai pemimpin perubahan sosial ke arah positif. Berbeda dengan pebisnis, seorang wirausahawan sosial bekerja secara non-profit. Jika banyak dari perusahaan-perusahaan yang memberikan charity (bantuan), maka wirausahawan sosial menggantikan bantuan jangka pendek dengan solusi bantuan yang berkelanjutan. Ia lebih kepada memberdayakan masyarakat
Entrepreneur social melakukan kewirausahannya yang diawali dengan gagasan, kepekaan mereka terhadap masalah social yang berada disekitar mereka sehingga menghasilkan sebuah gagasan yang terkadang tidak dipikirkan oleh orang lain.Usaha mereka melibatkan masyarakat dan masyarakat sekitarnya mendapat pengaruh dari apa yang seorang entrepreneur social usahakan. Seorang entrepreneur Social melakukan usaha mereka berdasarkan tanggung jawab mereka terhadap lingkungannya dimaksudkan agar usaha yang mereka lakukan dapat membawa perubahan yang baik bagi lingkungannya.
Seorang entrepreneur social memainkan peran agen-agen perubahan di sektor sosial, seperti:
1. Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak hanya nilai pribadi),
2. Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi (social) tersebut.
3. Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, dan belajar.
4. Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
5. Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan sumberdaya yang bekerja sama
Seorang entrepreneur social adalah reformis dan revolusioner, tapi dengan misi sosial. Mereka melakukan perubahan mendasar dalam sektor sosial. Visi mereka yang terpenting. Mereka mencari penyebab masalah, bukan hanya mengobati gejala. Mereka berusaha untuk menciptakan perubahan sistemik dan perbaikan berkelanjutan. Meskipun mereka dapat bertindak secara lokal, tindakan mereka memiliki potensi untuk merangsang perbaikan global di arena yang mereka pilih, apakah itu adalah pendidikan, perawatan kesehatan, pembangunan ekonomi, lingkungan, seni, sektor atau bidang sosial lainnya.
Karen Braun juga menawarkan pendekatan transdiciplinarity untuk mengkaji enterpreneur social. Pendekatan transdiciplinarity adalah pendekatan yang menganggap peneliti akan mendapatkan banyak fakta yang dapat memberi informasi mengenai apa yang ia butuhkan atau yang ingin ia mengerti. Maksudnya adalah peneliti dituntut mengetahui atau menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, tidak terbatas dengan satu bidang saja. Karena dalam prosesnya peneliti akan menemukan persoalan-persoalan yang membutuhkan pengetahuan dari ilmu pengetahuan lain untuk menyelesaikan problem sosial. Sehingga dalam menyelesaikannya peneliti dituntut mengetahui berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tidak terbatas dari ilmu pengetahuan sosialnya saja, dan mensinergikan berbagai pengetahuan tersebut. Pendekatan transdiciplinarity memiliki lima dimensi yaitu:

1. Inquiry driven (berdasarkan penelitian)
2. Requires an organization of knowledge that allows space for a multiplicity of perspectives (adanya ruang bagi keragaman perspektif ilmu pengetahuan)
3. Attempts to understand trough the use of reflection (berusaha untuk memahami sesuatu berdasarkan refleksi diri)
4. Accepts the passion, creativity, context and connections that are present (menerima semangat, kreatifitas, konteks, dan hubungan dengan masa kekinian)
5. Consistently seeks to understand the self within those and balances rigor with imagination (secara konsisten mengerti untuk melihat dirinya dengan kreativitas, semangat, serta menyeimbangkan hambatan dengan menggunakan imajinasi).
Terkait dengan pendekatan transdiciplinarity, ada beberapa hal yang menjadi catatan :

1. Memberikan ruang pemahaman yang sama untuk semua penelitian. Pendekatan ini memberikan akurasi dan kemungkinan berhasil yang besar.
2. Pembedaan dalam berbagai bidang kajian dapat membantu membuat strategi yang lebih akurat. Setiap fenomena social memiliki karakteristiknya masing-masing.
3. Semua data harus dapat dipertanggungjawabkan secara objektif. Transdiciplinarity mendukung usaha tersebut dalam kontteks budaya penelitian yang mengutamakan sisi objektif dalam pengumpulan data.
4. Transdiciplinarity memberikan ruang untuk penggabungan semua disiplin ilmu pengettahuan dalam soc-enterpreneurship.Aspek penting dari social enetrpreneurship adalah menambah kaya dan kualitas akurat suatu penelitian dalam social entrepreneurship dan pendekatan ini adala wujud harapan tersebut.
Saya setuju dengan pendekatan ini yang menuntut pembelajaran dari penelitian, ilmu ilmiah, dan refleksi terhadap diri sendiri dan lingkungan. Karena sebagai seorang entrepreneur social dengan misi sosialnya dimana orang lain melihat suatu masalah tetapi seorang enterpreneur social melihat peluang. Berangkat dari suatu permasalahan sosial seorang enterpreneur sosial mencari solusi-solusi yang kreatif dan inovatif. Dilapangan akan ada permasalahan yang membutuhkan disiplin ilmu lain, seperti contohnya, seorang Tonny Ruttiman. Pertama ia peka terhadap suatu permasalahan yaitu masyarakat membutuhkan adanya jembatan agar mempermudah aktivitas mereka. Kemudian muncul permasalahan bagaimana agar ia dapat membangun jembatan tersebut. Yang pertama dilakaukan adalah memberdayakan masyarakat, membuat agar masyarakat tergerak untuk saling bahu-membahu menyelesaikan jembatan. Namun kemudian timbul pertanyaan bagaimana jembatan dapat dibuat?Daripada menyerah ketika kendala ditemui, pengusaha justru bertanya, "Bagaimana kita bisa mengatasi rintangan ini? Bagaimana kita bisa membuat pekerjaan ini?" Dari siniah timbulnya inovasi-inovasi penyelesaian masalah.Ini adalah proses yang berkesinambungan eksplorasi, belajar, dan evaluasi.
Tonni Ruttiman kemudian bertanya kepada orang-orang yang memang ahli. Dalam artikel diceritakan Tonny bertanya kepada perusahan tambang minyak untuk kemudian mendapat informasi bagaimana menghasilkan sebuah jembatan dengan mudah. Tonny juga mendapat bahan baku jembatan seperti cabel, pipa dan semen dari perusahaan tersebut.
Hal tersebut sebagai contoh dimana seorang enterpreneur sosial tidak bisa terpaku hanya dalam satu disiplin ilmu saja tetapi memerlukan ilmu lainnya dalam menyelesaikan proyek mereka. Ilmu tersebut bisa mereka dapat dengan cara penelitian, berhubungan dengan orang-orang ahli, mengetahui realitas masyarakat sosial di daerahtersebut dan mempelajarinya, berinovasi, dan menegevauasi setiap kegagalan dan keberhasilan proyek mereka agar kemudian dapat berkembang.
Dalam membahas social entrepreneurship terdapat tiga jenis pengabdian yang berbeda yaitu :
1. Social service provider
Social service provider adalah bentuk pengabdian melakukan tindakan langsung. Tindakan tersebut dilakukan oleh individu berupa program yang dapat dirasakan secara langsung oleh subyek penerimannya. Contohnya adalah pembangunan panti jompo, panti asuhan dan sekolah, penyantunan anak yatim,dll. Tantangannya adalah kegiatan sosial semacam ini terbatas pada orang atau subyek yang dituju pada saat itu.Hal tersebut yang membedakan dengan kewirausahaan sosial karena hanya memenuhi satu aspek yaitu direct action. Keterbatasan tersebut jika dianggap sebagai suatu yang baik akan memberikan kualitas pada programnya, dengan berkonsentrasi pada tindakan tersebut dan subyek penerimanya.
2. Social activism
Seorang aktivis sosial adalah bentuk pengabdian tidak secara langsung mengambil tindakan di lapangan tetapi dengan cara mempengaruhi elemen lain yang ada di masyarakat seperti pemerintah, Non- Govermental Organization (NGO), pekerja, dan lain sebagainya. Yanng bertujuan untuk melakukan gebrakan terhadap sistem yang sudah mapan untuk melakukan perubahan sosial dalam rangka pembelaan hak – hak masyarakat luas.Jadi aktivis sosial juga hanya memenuhi satu aspek yaitu ekuilibrium (keseimbangan) baru.
Menurut saya, Para aktivis sosial memiliki dua tantangan utama yaitu adanya batasan batasan dalam melakukan tindakan, ada penentuannya, dan terdapat dominasi dari pihak yang lebih kuat yang mungkin merasa terancam dirugikan.Mengatasi tantangan-tantangan ini membutuhkan pengetahuan teknis dan sosial dan keterampilan. Sesungguhnya individu-individu berbakat dapat mengelola sendiri. Strategis berpikir, bimbingan dan dukungan orang sekitar sangat penting, dan kontak dikembangkan melalui jaringan bisa sangat berharga bertahan dalam tantangan kedua.
3. Social entrepreneur
Kewirausahaan sosial merupakan gabungan antara social service provider dan social activis. Yaitu menggabungkan aspek pembentukan equilibrium baru dan menerapkan direct action sebagai cara pelaksanaannya. Proses tersebut menunjukan bahwa seorang enterpreneur sosial bekerja secara tidak langsung yaitu dalam hal mempengaruhi sistem seperti yang dilakukan social activis tetapi juga langsung terjun kepada masyarakat. Tantangan nya tentu lebih berat daripada dua lainnya. Seorang enterpreneur menurut saya bahkan harus menyumbangkan dirinya untuk benar-benar mengabdi pada masyarakat. Seorang enterpreneur sosial harus memiliki banyak waktu, harus berkonsentrasi penuh dengan apa yang mereka inginkan yaitu perubahan terbaik yang terjadi di masyarakat.
Tonny Ruttiman
Tonny Ruttiman adalah seorang bridgebuilder. Ia mengabdi masyarakat dengan membangun jembatan bagi warga desa miskin , terutama setelah terjadinya bencana . Menurut saya ia adalah social entrepreneur karena pekerjaannya sebagai bridge builder secara cuma-cuma adalah mengutamakan kesejahteraan masyarakat dengan inovasi-inovasi, berbekal pemeberdayaan yang ia lakukan untuk menibulkan solidaritas masyarakat local. Bukan hanya membangun jembatan tetapi tonny juga mengajarkan kemandirian pada masyrakat, tonny mengajak masyarakat bergerak secara bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hal ini yaitu jembatan.Jika dikaitkan dengan artikel Pamela Hartigan yang membedakan tiga model enterpreneur. Toni Ruttiman termasuk wirausahawan sosial yang menjalankan usaha mendekati kategori Leveraged non profit.
Leveraged non profit adalah suatu model dimana seorang wiraushawan membentuk suatu kelembagaan non profit untuk membawa nilai-nilai dari inovasinya. Dengan begitulah dia memulai komitmennya kedalam ranah sosial, demi suatu perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Sebagaimana halnya dengan lembaga privatisasi dan organisasi kemasyarakatan yang berwujud sebagai suatu relawan.

6:28 AM Edit This 0 Comments »

Kewirausahaan Sosial


Konsep kewirausahaan sosial, pada dasarnya adalah meminjam suatu konsep dari ekonomi mengenai “entrepreneurship” yang menekankan pada kreatifitas, inovatif, dan mempunyai keberlanjutan dalam menjalankan suatu bisnis. Demikian halnya dengan kewirausahaan sosial yang menanamkan nilai-nilai akan kretifitas, inovatif dan keberlanjutan, tetapi dalam tanda konteks bukan karena faktor bisnis, melainkan karena faktor sosial. Kewirausahaan sosial pada intinya adalah bukan untuk suatu keuntungan, melainkan demi merubah suatu masyarakat menjadi lebih baik lagi. Jadi poin pentingnya adalah faktor sosial.
Mereka mempunyai cara tersendiri untuk melakukan kewirausahaan tersebut. Dengan mengembangkan berbagai model-model kelembagaan yang ada, seorang kewirausahaan sosial mulai menerapkan strateginya demi menjalankan tujuannya untuk merubah masyarakat menjadi lebih baik. Model-model tersebut antara lain adalah leveraged non profit, Hybrid not-for-profits, dan social business.
Leveraged non profit adalah suatu model dimana seorang wiraushawan membentuk suatu kelembagaan non profit untuk membawa nilai-nilai dari inovasinya. Dengan begitulah dia memulai komitmennya kedalam ranah sosial, demi suatu perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Sebagaimana halnya dengan lembaga privatisasi dan organisasi kemasyarakatan yang berwujud sebagai suatu relawan.
Sumberdaya termasuk dana yang di dapatkan adalah bergantung dengan bantuan dari pihak luar dan donasi. Sumber dana tersebut dicoba untuk di alokasikan sehingga mempunyai daya nilai tambah bagi suatu kegiatan yang akan di adakan. Karena dengan dana yang berasal dari pihak luar, komitmen dari anggota yang ada di dalamnya menjadi suatu hal yang penting demi keberlangsungan kelembagaan ini. Komitmen dari para anggotanyalah yang membuat kelembagaan ini tetap dapat bertahan. Kebutuhan masyarakat (public good) yang mana masyarakat tersebut tidak dapat memenuhinya adalah menjadi kunci utama yang harus disediakan dari lembaga dengan model ini. Tentunya saja dengan inovasinya mencoba untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan jangka waktu yang berkelanjutan. Model ini lebih seperti sebuah pergerakan yang tergerak untuk membantu sesamanya yang mana membutuhkan suatu bantuan.
Model berikutnya adalah Hybrid not-for-profits, meskipun tidak mencari suatu keuntungan, model ini memasukan prinsip cost-recovery yaitu mencari balik modal dengan menjual jasa atau kebutuhan kepada institusi lain yang mana dengan balik modal ini akan menjadi suatu dana dari kegiatan sosial yang akan mereka lakukan. Balik modal disini dimaksudkan untuk membuat kelembagan dalam model ini terus dapat bertahan dan tidak terlalu bergantung dengan bantuan dana dari pihak luar. Dalam hal ini, wirausahawan melakukan kegiatan yang mana menghasilkan suatu prodit, tetapi profit tersebut tidak digunakan untuk kepentingannya, profit tersebut digunakan untuk memutar dana, sehingga digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya. Disini dapat dilihat bahwa kelembagaan ini mempunyai kemandiriannya untuk memperoleh dana demi tujan mulia mereka.
Proyek bisnis (ventures) Model 3 berbeda dengan Model 1 dan 2. Dilihat dari luar, model ini ditujukan untuk mencari profit, namun profit yang didapat digunakan untuk hal yang berbeda sama sekali dengan bisnis-bisnis pada umumnya. Karakteristik utama orang-orang dan wirausahawan yang menjalankan model ini adalah Wirausahawan membangun venture sebagai bisnis dengan misi yang spesifik, yaitu untuk menggerakan perubahan social dan lingkungan. Profit dihasilkan, namun tujuan utamanya bukanlah memaksimalkan keuntungan finansial pemegang saham, tetapi untuk membiayai kelompok-kelompok berpendapatan rendah dan menumbuhkan proyek bisnis social dengan reinvestasi, yang membuat bisnis tersebut mampu menjangkau dan melayani lebih banyak orang. Wirausahawan mencari investor yang tertarik dengan pengkombinasian finansial dan keuntungan social (social returns). Dalam hal ini wirausahawan juga mengambil untung dari kegiatan yang dia lakukan. Tetapi sebagaiamana yang telah dijelaskan bahwa tidak mengambil untung secara maksimal, karena keuntungan bukan tujuan utamanya. Keuntungan yang diambil pun juga harus berbanding lurus dengan keuntungan sosial yang didapatkan. Peluang keuntungan dan pengembangan bisnis secara signifikan dapat lebih besar, karena bisnis social lebih mudah mencapai keseimbangan dan meraih untung
. Menyeimbangkan antara misi social dan keberlanjutan finansial dapat menciptakan tekanan-tekanan tertentu. Wirausahawan harus melatih kemampuan kepemimpinannya, dan hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri dibandingkan organisasi Leveraged dan Hybrid. Kelebihan dari model ini adalah bisnis social secara signifikan lebih mudah dipahami oleh pebisnis-pebisnis pada umumnya dan mudah membuat kerjasama dengan pihak lain.
Institusi yang dibangun dengan pola social Enterpreneurship (SE) mempunyai ambiguitas yang mendasar. Ambigiutas itu berasal dari fungsinya yang nampak saling bertentangan, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi sosial. Karena SE secara ideal memenuhi fungsi keduanya, perpaduan antara kedua fungsi itu menjadi salah satu titik pembahasan pengembangan institusional SE. pertanyaannya, dari kedua fungsi itu, fungsi manakah yang harus menjadi prioritas?
Dalam tulisan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk membangun perpaduan antara kedua fungsi terebut, terutama berkaitan dengan faktor eksternal, yaitu hubungan dengan stakeholder, pengelolaan sumberdaya dan diperolehnya legitimasi. Sebagaimana organisasi lain, semua itu menuntut proses institusionalisasi yang sering tidak mudah. Tulisan tersebut mencoba memberi pertimbangan bagaimana seharusnya sebuah institusi SE memfungsikan diri dengan dikaitkan pada stake holder, pengelolaan sumberdaya dan legitimasi dari masyarakat/lingkungan sekitar.


Tujuan Ekonomi:
Memang usaha dibuat untuk mengejar keuntungan ekonomi. Namun dalam SE, jika keuntungan sosial hanya tujuan sekunder, bisa jadi dia hanya seperti usaha konvensional yang lain, bukan SE.

Tujuan Sosial
Tujuan utama SE adalah memaksimalkan kesejahteraan sosial tanpa mengabaikan sisi individual. Namun jika faktor pengejaran profit ditinggalkan, maka mungkin bukan SE yang terbentuk.
Fokus Ganda: dengan demikian, memang ada focus ganda dalam SE.

Sisi ekonomi dan sosial dari norma masyarakat bisa jadi sangat berpengaruh terhadap SE untuk bergerak karena ada kepentingan stake holder yang barangkali cenderung apda salah satunya. Dianjurkan agar SE disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang memungkinkan SE bisa terus hidup.

Stakeholder
Yang dimaksud stakeholder dalam hal ini adalah kelompok/individu yang amat berpengaruh daln peranan yang besar baik dalam manajemen maupun praktik SE. stakeholder harusnya memahami konsep SE yang berfokus ganda. Konsep yang harus ditawarkan pada stakeholder adalah double bottom line, yaitu pengejaran tujuan sosial sekaligus memberdayakan semua potensi agar terus bertahan secara ekonomi agar mereka mampu menghidupi dirinya sendiri secra berkelanjutan.
Sedangkan, stakeholder eksternal seperti perusahaan lebih berfokus pada “pengorbanan` demi kewajiban sosial daripada ingin sekedar berusaha mencapai keuntungan ekonomis.

Kemahiran pengelolaan SUmberdaya
Para entrepreneur SE harus memnyesuaikan keputusan mereka dengan dukungan lingkungan. Privatisasi yang berupa pengalihan urusan pemerntahan ke perusahaan swasta menyulitkan SE untuk mendapatkan sumberdaya. Hal ini kemudian menjadi justifikasi bagi perusahaan swasta untuk menjalankan misi yang sama seperti yang dilakukan oleh SE.
Proposisinya adalah: ada hubungan positif antarakemampuan SE untuk mendapatkan modal imvestasi pribadi dan sumber daya `for-prifit` dengan pilihan organisasi yang akan diambil. Ada juga hubungan positif juga antara kemampuan SE untuk mengejar sumberdaya untuk tujuan charity dengan pilihan organisasi yang nonprofit.

Legitimasi
Yang dimaksud legitimasi dalam hal ini adalah legitimasi untuk penerimaan pasif dan partisipasi aktif. Ini penting untuk mendapatkan penerimaan dari masyarakat sehingga menjadi bagian dari norma dan `memperoleh izin` untuk melakukan urusannya. Bagi SE yang ingin hidup sangat lama, maka hal ini juga harus ditambah dengan partisipasi dari masyarakat sekitar.
Proposisinya adalah: legitimasi informal (seperti konformitas terhadap norma sosial yang berlaku) tujuan ekonomi SE (di atas misi sosial) akan punya hubungan positif dengan pilihan untuk mengambil bentuk for profit
Sedangkan legitimasi informal untuk misi sosial SE (di atas misi ekonomi) akan punya hubungan posistif dengan pilihan untuk mengambil bentuk organisasi yang non-profit. Terakhir, legitimasi informal untuk misi sosial SE (di atas tujuan ekonomi) punya hubugan positif dengan pilihan untuk mengorganisasikan se dalam bentuk non-profit.

CSR

6:20 AM Edit This 0 Comments »
Corporate Social Responsibility :
Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya
________________________________________
Perjalanan panjang CSR ditempuh sejak 12 Oktober 2005, yaitu pada saat pemerintah menyampaikan RUU PT kepada DPR. Lalu pada sidang paripurna tanggal 22 november 2005 DPR mengesahkan pembentukan Pansus RUU PT.Tanggal 16 Juli 2007 DPR menyelesaikan RUU PT termasuk pasal 14 tentang kewajiban CSR bagi seluruh perusahan. Namun pada tanggal 17 Juli 2007 sidang paripurna gagal menegsahkan UU PT karena masih adanya perbedaan pendapat soal kewajiban CSR yang dicantumkan di pasal 74 bagi perusahaan.
Terjadi pro dan kontra mengenai perlu tidaknya mewajibkan CSR. Sebagian berpendapat bahwa CSR diperlukan karena jika tidak diatur perusahaan akan cenderung abai menjalankan tanggung jawab sosialnya.Sebaliknya pertentangan menganggap CSR seharusnya berifat sukarela.
Melalui banyak pertimbangan pada tangal 19 Juli 2007 Pemerintah dan DPR sepakat bahwa CSR hanya wajib bagi perusahan yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam. Pada tanggal 20 Juli 2007 sepuluh fraksi telah mengesahkan UU PT yang terdiri dari14 bab dan 161pasal.Termasuk pasal 74.
Selanjutnya timbul pertanyaan terkait UU PT hanya dialamtkan kepada perusahaan SDA.Seharusnya CSR adalah kewajban seluruh perusahaan. Menurut Mohamad Akil Mochtar , ketua panitian khusus UU PT pengertian terkait SDA harus dilihat dari kontes yang lebih luas .’’Kita jangan hanya meihat dari sisi core business perusahaan. Rumah sakit un karena menghasilkan limbah wajib menjalankan CSR.
Karena itu sleanjutnya harus dimengerti dan disamakan presepsi mengenai hakikat CSR. Berikut beberapa pengertian mengenai CSR :
1. Komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk memberi kepedulian, melaksanakan kewajiban social, melakukan program kesejahteraan social dan menjaga keseimbangan ekosistem disekelilingnya. (Departemen Sosial RI, 2007)
2. Komitmen bisnis yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berprilaku secara etis dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokan dan masyarakat luas pada umumnya. (World Business Council for Sustainable Development)
3. Tanggung jawab perusahan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, soisal dan lingkungan, disamping ekonomi. (Pertamina,2004)
Dari beragam pengertian tentang CSR dapat ditark kesamaan yaitu CSR tidak bias terlepas dari kepentingan shareholder dan stakeholder perusahaan. Yaitu pemilik perusahaan, karyawan, masyarakat,Negara dan lingkungan.Konsep tersebut diterjemahkan oleh John Elingkton sebagai triple bottom line yaitu Profit,People, dan Planet. Tujuan CSR adalah mampu meningkatkan laba perusahan, menyejahterakan karyawan, sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan.
Pendekatan tersebut mengarahkan CSR kepada praktik good corporate governance, antara lain, mewajibkan perusahan memenuhi hak-hak konsumen,anti penyuapan aparat, memenuhi kewajiban pajak, dan taat pada hukum. Sehingga dengan kata lain perusahaan wajib mematuhi semua aturan hukum yang berlaku.Melalui pelaksanaan program CSR memberi kesempatan bagi perusahaan untuk meninggalkan warisan yang berharga bagi generasi selanjutnya.
Noke Kiroyan ,ketua Indnesia Business Link mengatakan kini modal utama bagi dunia usaha bukan lagi uang, tetapi juga hubungan yang baik antara perusahaan dan masyarakat.
Dilihat dari pernyataan tersebut CSR justru berarti kesempatan yang harus digunakan sebaik-baiknya oleh perusahaan demi menjaga kelangsungan perusahan tersebut. CSR dapat digunakan sebagai sebuah alat untung bersaing dengan competitor. Perusahaan harus menepatkan CSR sebagai kesempatan bukanlah sebagai beban. Tetapi perlu diperhatikan praktik tersebut bukan hanya mencari untung untuk perusahaan tetapi juga membawa manfaat bagi lingkungan, ekonomi, dan social masyarakat. CSR juga harus dilihat sebagai wujud tanggung jawab horizontal perusahaan berupa kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Salah satu alat menjalankan CSR adalah community development. Maksudnya adalah perusahan bertanggung jawab pada masyarakat sekitarnya terganung dari skala perusahan tersebut contohnya Semen Gresik artinya tanggung jawab utamana berada di wiliayah Gresik.
Perusahan kelas ukm pun wajib menjalankan kewajiban CSRnya .wujudnya bias bermacam-macam seperti memperbaiki rumah ibadah atau jalan di dekat perusahaan.
Mazhab CSR
Mazhab Ekologi adalah mazhab yang berkeyakinan bahwa perusahan tak perlu berhitung tentang besarnya biaya atau kemana dana CSR dikeluarkan. Aktivitas kelompok ekologi mengenal istilah Charity. Yaitu membantu tanpa pandang bulu. Namun, model charity memiliki kelemahan terutama jika pemberian etrsebut tidak dikontrol pemakaiannya.
Selain itu adalah mazhab positioning yang berpandangan bahwa CSR seharusnya memiliki kaitan dengan positioning bisnis perusahaan .
CSR pada BUMN
CSR yang diterapkan oleh BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Seperti yang dikatakan oleh Milton Friedman, satu–satunya tanggung jawab perusahaan adalah menciptakan laba. Dalam bahasa ekonomi yaitu bagaimana perusahaan sebagai agen ekonomi menciptakan nilai tambah dalm proses penciptaan kemakmuran masyarakat secara keseluruhan. Esensi sejatinya adalah membuat perusahaan efisien,memiliki daya saing tinggi, mampu menciptakan nilai tambah, dan dapat menyediakan produkdan layanan yang terjangkau masyarakat. Tanggung jawab utamanya BUMN menjadi perusahaan yang sehat dan efisien.
Tujuan PKBL adalah agar pemanfaatan CSR BUMN lebih tertata dan dapat mencapai sasaran. Aktivitas PKBL sebagai kebutuhan untuk mengelola hubungan dengan seluruh stakeholders.Selain itu agar dana PKBL dapat dipertanggung jawabkan.
Subtansi program bina lingkungan adalah membantu memberdayaka kondisi social masyarakat,misalnya, sumbangan untuk korban bencana alam, bantuan pendidikan dan peatihan, pembangunan rumah ibadah, dan seumbangan untuk pelestarian lingkungan.